Minggu, 11 Agustus 2013

70.000 Ton Uranium Indonesia Jadi Incaran Negara Penjajah



Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan 70 ribu ton Uranium dan 117 ribu Thorium yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di masa depan.

"Untuk Uranium potensinya dari berbagai kategori, ada yang dengan kategori terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis, sedangkan Thorium baru kategori hipotesis belum sampai terukur," kata Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Agus Sumaryanto di sela peluncuran Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di Jakarta, Senin (20/5/2013).

Sebagian besar cadangan Uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat, dan sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, sedangkan Thorium kebanyakan di Babel dan sebagian di Kalbar.

Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulbar, di mana deteksi pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm.

Ia mengatakan, pihaknya telah menyusun Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan sebagai data dasar, sehingga kalau ada kenaikan radiasi yang disebabkan faktor bukan alami misalnya radiasi hasil lepasan industri atau kecelakaan nuklir, bisa diketahui dengan cepat.

Pakar ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Syarkawi Rauf mengatakan, kandungan tambang uranium di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, kini menjadi incaran beberapa negara asing.


"Potensi tambang uranium di Mamuju merupakan yang terbaik di Indonesia. Sehingga pemanfaatannya harus hati-hati dan dikelola untuk kemakmuran rakyat, bukan menguntungkan pihak asing," kata Syarkawi Rauf ketika dihubungi di Makassar, Senin (13/5).

Menurutnya, pemanfaatan uranium bukan hanya untuk menghasilkan tenaga nuklir untuk kepentingan pertahanan, tapi juga untuk dikelola sebagai bagian pengembangan ekonomi.

"Misalnya, sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam mendukung ketersediaan listrik di provinsi hasil pemekaran Sulsel ini," katanya.

Dia mengatakan, sadar atau tidak, kandungan uranium di Sulbar telah diketahui banyak negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS), Rusia, China, dan banyak negara besar lainnya. Karenanya, tambah Syarkawi, pemerintah RI tidak boleh gegabah jika memiliki rencana mengelola sumber energi tersebut.

Kalau untuk kepentingan ekonomi domestik dan memenuhi kebutuhan ketersediaan pasokan listrik, kata Syarkawi, maka reaktor nuklir untuk pembangkit listrik bisa didirikan di Sulbar.

"Kalau kita bisa memanfaatkan uraium sebagai sumber energi listrik, daerah ini akan maju dan tidak akan pernah kekurangan listrik. Hanya saja kita belum punya teknologi untuk memanfaatkan uranium," kata Syarkawi.

Syarkawi yang juga anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pusat ini mengatakan kebutuhan akan energi sampai saat ini mengalami peningkatan yang sangat pesat.

"Peningkatan kebutuhan akan energi merupakan sebuah bentuk penyesuaian dengan kemajuan zaman. Satu sumber energi yang posisinya sangat vital bagi masyarakat adalah energi listrik," katanya.


Dia menjelaskan, listrik bisa dihasilkan dengan mendirikan PLTN. Jenis pembangkit listrik seperti itu menggunakan proses pembelahan inti atom uranium yang akan menghasilkan energi nuklir yang sangat besar.


"Itu sebabnya, Iran sangat ngotot mengembangkan dan mengelola sendiri nuklirnya. Karena listrik yang dihasilkan sangat besar dan mampu memenuhi kebutuhan negaranya," kata Syarkawi.

Sikap Iran untuk tidak menyerahkan pengelolaan uraniumnya kepada negara asing, kata dia, patut dijadikan contoh sehingga pemerintah RI harus berhati-hati.


Kedatangan utusan Pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Sulbar, ungkap Syarkawi, harus benar-benar dimanfaatkan untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan.

"Mereka boleh bawa bantuan masuk, tapi tidak berarti boleh mengambil apa saja yang mereka mau. Kalau memang ada kerjasama maka harus saling menguntungkan. AS bisa masuk dalam bantuan teknologi dan dana. Kerjasamanya harus berbentuk 'mutual partnership'," ujar Syarkawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar