"Perubahan itu sungguh saya jalani dengan berusaha berbesar hati.Saya tidak bertanya kepada menteri juga kepada Kepala Badan Litbangkes baik yang lama maupun yang baru, alasan saya dilepas. Saya terima saja dan menganggap ada kesalahpahaman. Tetapi memulai kehidupan baru pun tidaklah mudah. Banyak orang tetap berupaya menganggap saya sebagai Kapuslit yang lama, padahal waktu itu saya hanya peneliti biasa," ungkap Endang seperti dikutip detikHealth dari bukunya Jumat (4/5/2012).
Dari pengakuannya di bukunya tersirat bahwa kecurigaan itu muncul karena ada peneliti Namru yang juga orang Indonesia tiba-tiba menulis soal investigasi yang dilakukan Namru, padahal harusnya itu dilakukan orang Indonesia tapi kala itu Endang bisa menerima alasannya. Kedua, karena pihak Namru lebih suka berdiskusi dengan dirinya ketimbang dengan peneliti lainnya hingga hubungannya pun menjadi dekat.
Berikut pengakuan Endang soal tudingan Namru yang belum pernah diungkap dan dipublikasikannya:
"Hubungan Saya dengan Namru 2 (Naval Medical Research Unit Number 2) Jakarta
Saya harus menuliskan tentang ini karena begitu banyak orang mengira bahwa saya bekas pegawai Namru. Ini sama sekali tidak benar. Saya tidak pernah bekerja di Namru 2 Jakarta. Kalau berkolaborasi, mungkin hampir setiap peneliti senior Badan Litbangkes pernah berkolaborasi dengan Namru 2. Namru 2 mulai masuk ke Indonesia karena diundang oleh Indonesia untuk mengatasi masalah Pes. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Namru 2 – Badan Litbangkes meliputi banyak hal, seperti typhoid dan kolera.
Keterlibatan saya yang pertama terjadi dalam investigasi KLB Hepatitis E di Bondowoso. Saya didatangi dr Corwin yang meminta saya memimpin investigasi tersebut. Walaupun ini merupakan suatu pengalaman baru, saya terima. Saya pun berangkat membawa staf Badan Litbangkes dan Namru 2. Investigasi berjalan baik, tentu dengan bantuan staf dinas kesehatan dan rumah sakit setempat.
Beberapa saat setelahnya, saya didatangi peneliti senior Badan Litbangkes yang menanyakan mengapa peneliti Namru yang menuliskan papernya. Saya terkejut karena saya tidak pernah diberi tahu bahwa akan ada paper yang akan terbit dari investigasi tersebut. Sebagaimana kebiasaan saya, saya pun memprotes keras.
Dokter Corwin datang dan meminta maaf dan meminta supaya saya jangan marah kepada peneliti junior Namru. Tentu saja hal itu tidak saya lakukan. Peneliti junior itu kan orang Indonesia. Kalau dia maju, saya juga senang. Dr Corwin menawarkan menuliskan paper tersebut dengan nantinya saya sebagai co-author. Tentu saja saya menolak.
Saya kan lulusan HSPH (Harvard School of Public Health). Saya mampu menulis paper sendiri. Saya meminta bantuan dr Corwin untuk melengkapinya di bagian-bagian seperti laboratorium, strain, dan sebagainya. Ia pun menyanggupi. Maka terjalinlah kolaborasi kami yang pertama. Dr Corwin senang melihat hasilnya dan paper itu pun kemudian terbit.
Kolaborasi selanjutnya adalah flu burung. Ketika itu kasus flu burung mulai merebak di Indonesia. Rapat-rapat dilakukan antara Namru dan Badan Litbangkes, namun beberapa rekan Namru merasa kurang bisa berkomunikasi dengan rekan Badan Litbangkes dan mereka meminta saya ikut serta. Awalnya saya menolak karena ini bukan bidang keahlian saya. Teman-teman Namru mengatakan apakah saya tidak akan merasa menyesal nantinya apabila flu burung menjadi wabah dan saya sama sekali tidak peduli?
Saya pikir, logika ini ada benarnya. Maka mulailah saya mengikuti rapat-rapat antara Namru – Badang Litbangkes tentang flu burung. Tentu saja awalnya, atasan langsung saya Kapuslit Penyakit Menular yang baru sangat tidak gembira. Ia mengatakan dia tidak suka orang yang sok, dan dianggapnya salah satu dari orang yang sok tersebut adalah saya.
Perkataan yang terus terang tersebut menyakitkan hati saya. Pada suatu senja, ketika saya sedang duduk diam-diam di meja kerja saya sambil menunggu datangnya malam, tiba-tiba para sahabat saya masuk ke ruangan. Mereka heran melihat saya sedang menangis, dan mereka berusaha menghibur saya.
Banyak hal tidak benar yang disampaikan ke muka publik mengenai pengiriman spesimen flu burung ke luar negeri. Bukti-bukti ada, semua orang bebas menginvestigasikan apa yang sebenarnya terjadi. Atas perintah siapakah semua spesimen itu dikirim, baik itu ke Namru pusat atau ke laboratorium dr Malik Perish di Hongkong. Apakah mungkin saya sebagai eselon 2 mengambil keputusan berupa kebijakan demikian?
Ada kebijakan baru ketika itu juga, yaitu spesimen boleh dikirim apabila dilengkapi dengan dokumen MTA (material transfer agreement) yang menghargai negara asal pengirim, serta menjamin hak-hak negara pengirim. Badan Litbangkes membentuk Komisi MTA yang terdiri dari para pakar perguruan tinggi dan institusi penelitian. Kami berapat cukup rutin.
Berbekal itulah, saya percaya bahwa kerjasama internasional Indonesia dengan negara lain tidak dilarang. Dalam sebuah penelitian bersama Belanda, seorang peneliti muda membawa beberapa spesimen ke Belanda dilengkapi dengan dokumen MTA yang lengkap yang sudah ditandatangani oleh Kepala Badan Litbangkes dan Direktur Institusi penelitian di Belanda. Seluruh pemeriksaan laboratorium dikerjakan oleh orang Indonesia dibantu oleh peneliti Vietnam (institusi penelitian Belanda ini berada di Ho Chi Minh city). Saya sendiri bersama Siti Isfandari juga ikut berangkat untuk menuliskan laporan serta draf awal papernya.
Tuduhan heboh lain adalah bahwa saya mengambil darah peternak Sukabumi dan mengirimkannya ke Belanda. Namun tuduhan ini lebih mudah dibantah karena saya sama sekali tidak pernah muncul di Sukabumi. Kepala peternakan yang menuduh saya pun mengakui kekeliruannya. Sebenarnya yang diambil hanya sampel darah untuk diperiksa apakah para peternak itu sudah tertular flu burung atau belum. Hasilnya ternyata negatif. Dan ini sudah berulang kali dikomunikasikan ke masyarakat peternak tersebut.
Alhamdulillah, saat ini hubungan Kemenkes dengan para peternak ayam di Sukabumi sangat baik. Kami melakukan berbagai kerjasama yang menguntungkan peternak maupun program-program Kemenkes. Jangan lupa dalam suatu peternakan, ada aspek ternaknya (hygiene, santiasi), dan ada aspek pekerjanya (kebiasaan cuci tangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin, memakai pakaian pelindung, dan sebagainya).
Sebagaimana disebutkan, hubungan perkawanan saya dengan Namru 2 cukup baik, baik yang orang Namru Indonesia maupun yang orang Amerika. Ketika saya menjadi Menkes RI dan harus memutuskan apakah akan menutup Namru atau tidak, dalam pikiran saya adalah sebagai berikut: saya dikritik orang karena terlalu pro-Namru, padahal saya adalah menteri pilihan Bapak Presiden SBY.
Apa pun yang saya lakukan, tentunya merupakan cerminan dari pilihan ini. Tak dapat saya bayangkan, kalau saya memilih opsi tidak menutup Namru. Orang akan menyalahkan pilihan Bapak Presiden. Karena itu saya berkomunikasi dengan rekan-rekan Namru terutama yang Indonesia untuk menjelaskan keputusan saya tersebut.
Tentu saja, cukup banyak yang tidak suka, terutama dari pihak Amerika, tapi saya kira sekarang semuanya sudah berlalu. Saya tidak pernah anti bekerjasama dengan Amerika, asal semuanya dalam kerangka saling menghormati satu sama lain dan saling menguntungkan satu sama lain. Hal ini pun berlaku untuk kerjasama dengan negara-negara lain, baik itu timur, barat, selatan, maupun utara".
Namru-2 Ingin Siti Fadilah Tersangka
Jum'at, 13 April 2012 01:03 wib
JAKARTA - Laskar Pembela Islam (LPI) menilai Namru-2 (Naval American Research Unit No 2) berupaya menggiring mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari agar kepolisian menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi alat kesehatan pada tahun 2005.
“Namru-2 inilah yang menguasai bisnis vaksin dunia. Merekalah yang paling terpukul pada saat Siti Fadilah berhasil mengusir laboratorium Marinir Amerika setelah puluhan tahun beroperasi di Indonesia,” kata Ketua Laskar Pembela Islam (LPI), Munarman dalam rilis tertulis kepada okezone, Kamis (12/4/2012).
Di Indonesia menurut Munarman, masih banyak berkeliaran orang-orang yang mempertahankan kepentingan bisnis Namru-2 yang sudah dibubarkan oleh Siti Fadilah. “Dendam dan sakit hati ini berhasil memaksa Presiden SBY mencopot Siti Fadilah sebagai Menteri Kesehatan," tegasnya.
Namun tidak cukup sampai di situ, tambahnya, mereka menggalang berbagai pihak yang merasa dirugikan oleh Siti Fadilah untuk mendorongnya masuk bui.
Untuk itu menurut Munarman, seluruh rakyat Indonesia tidak bisa membiarkan Siti Fadilah dizholimi dengan cara-cara yang tidak beradab seperti saat ini. "Kita akan bangkit melawan dan membela Siti Fadilah,” tegasnya.
Senada dengan itu, pimpinan Mer-C, Dr Jose Rizal menjelaskan bahwa kepentingan lain yang juga terpukul oleh kebijakan Siti Fadilah bisnis asing yang bergerak dibidang rumah sakit, obat-obatan, alat kesehatan dan perusahaan asuransi.
Perusahaan itu berkali-kali mendorong KPK, Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengkait-kaitkan Siti Fadilah dengan berbagai kasus korupsi yang tidak dilakukannya. “Namun sampai saat ini tidak ada bukti otentik yang bisa mengkaitkan Siti Fadilah dalam kasus-kasus tersebut. Tapi antek-antek asing di Indonesia memilih yang penting bisa melakukan pembunuhan karakter terhadap Siti Fadilah agar bisa menerima uang,” tegasnya.
Jurubicara Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Roy Pangharapan menjelaskan, bahwa semua orang tahu perjuangan Siti Fadilah mati-matian membela kedaulatan bangsa dibidang kesehatan dan kesejahteraan rakyat semenjak sebagai Menteri Kesehatan sampai saat ini.
NAMRU 2 (The US Naval Medical Research Unit Two) adalah sebuah laboratorium militer Amerika di Indonesia yang mempunyai hak istimewa yaitu bisa membawa spesimen, penyakit, virus atau apapun namanya ke luar negeri dengan kekebalan diplomatik sehingga tidak bisa diperiksa.
Pada tanggal 16 Oktober NAMRU 2 oleh Siti Fadillah Supari menteri kesehatan saat itu menutup NAMRU memalui Surat penghentian kerja sama dengan nomor 919/Menkes/X/2009. Fadilah menghendaki kerja sama tersebut dihentikan karena tidak mendatangkan manfaat serta tak memberikan keadilan dan kesetaraan. Sejumlah politikus di Senayan juga menuntut hal serupa. Bahkan, dalam kaitan dengan kasus ini, sempat beredar tudingan bahwa Namru-2 melakukan aktivitas intelijen.
"Tetapi sekarang, NAMRU itu hidup lagi" ungkap Joserizal Jurnalis dalam acara Seminar Nasional "Hidup Sehat Ala Nabi" di Masjid Miniatur Baiturrahman Aceh, Kasihan, Bantul. "Menurut intelijen kita, NAMRU dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Tangerang dimana direkturnya adalah suami Menteri Kesehatan sekarang (Endang Rahayu Sedyaningsih, Red)" lanjut Jose.
Menkes Endang Rahayu pernah mengambil 300 sampel darah masyarakat Sukabumi yang ayamnya mati terkena flu burung tetapi masyarakatnya tidak ada satupun yang terkena flu burung. Darah adalah sumber informasi berbagai macam hal, semisal kode ginetik, yang bisa untuk mempelajari apa kelemahan orang Indonesia dan penyakit yang apa gampang ditularkan kepada orang Indonesia.
Seharusnya Siti Fadilah Supari ini adalah pahlawan negara karena menyelamatkan banyak negara dengan menutup NAMRU 2. Tetapi sekarang dia dicari-cari kesalahannya untuk dihukum dan dijatuhkan kredibilitasnya. Jose mengungkapkan ini terjadi karena banyaknya antek-antek asing di semua lini republik ini
NAMRU-2 dan Strategi Perang Pasifik
Wednesday, December 28, 2011
Berbicara NAMRU memang sudah tidak menghangat lagi, ketika bu Endang menjadi menkes, NAMRU dan segala pro kontra keberadaanya di Indonesia menjadi hilang.
Sebenarnya apa tujuan NAMRU ada di Indonesia? Apakah laboratorium milik AS ini bertanggung jawab atas penyebaran Flu Burung di Indonesia? Sejauh ini apa manfaat yang diterima pihak Indonesia dari keberadaan lab yang di kelola angkata Laut Amerika itu sehingga terus dipertahankan?
NAMRU bercokol di Indonesia lebih dari 30 tahun dengan tujuan untuk riset medis dan keilmuan yang berfokus pada penyaki-penyakit tropis. Apakah ini bagian dari strategi Amerika untuk menguasai kawasan jika nanti pecah perang Pasifik #2? Kono Jepang kalah perang Pasifik pada perang dunia II, diakibatkan banyak tentaranya yang mati oleh nyamuk malaria.
Kita ketahui bersama, Naval Medical Research Unit No 2 (NAMRU-2) adalah lembaga riset biologi Amerika di Indonesia yang bekerjasama dengan Rockefeller Institute Amerika. Mereka memiliki program rahasia yang dinamakan Viral Diseases Program (VDP), program riset yang meniliti epidemologi virus demam berdarah, influenza, ensefalitis, dan rickettsioses. Lembaga tersebut diketuai oleh David Rockefeller. Jadi dari awal saya ingin bilang bahwa, NAMRU memang adalah lembaga virus.
NAMRU-2 sering dicurigai membawa misi rahasia Amerika, seperti mengembangkan senjata biologi pemusnah massal. Kecurigaan tersebut sangat berdasar mengingat pidato David Rockefeller saat ia berbicara di hadapan Komisi Trilateral Amerika pada bulan Juni tahun 1991 silam. Rockefeller mengatakan,
"Kami berterima kasih kepada harian Washington Post, harian New York Times, Time Magazine dan media cetak lainnya atas kebijaksanaan mereka mau menepati janji selama hampir empat puluh tahun ini. Kami sendiri tidak mungkin bisa mengembangkan rencana kami untuk dunia jika harus tunduk terhadap peraturan transparasi informasi. Namun saat ini fasilitas kami lebih canggih dan kami siap untuk mendukung Amerika."
Laboratorium NAMRU-2 berada di Indonesia sejak 1975 berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan AS 16 Januari 1971. Keberadaannya sendiri bukan tanpa alasaan. Ini dikarenakan terjadinya wabah penyakit pes di Boyolali 1968 dan karena pemerintah Indonesia belum mampu menanggulangi wabah tersebut maka pemerintah Indonesia meminta bantuan AS.
Alasan inilah yang perlu kita perdalam lebih jauh. Pertanyaannya adalah kenapa harus Amerika dan NAMRU-2-nya yang kemudian hadir menyelesaikan masalah pes ini? Tentu ini bukan tanpa sebab. Naiknya Soeharto menduduki tampuk RI-1 memang tidak lepas atas peran besar Amerika. Sebagai pihak yang berjasa besar dibalik naiknya Soeharto, Amerika merencanakan segala program untuk mengontrol Indonesia baik dari eksploitasi sumberdaya alam seperti Freeport, maupun kesehatan, termasuk Namru. Karena itu tidak heran, kita baru mendengar nama Namru akhir-akhir ini, karena selama ini kegiatan Namru berusaha ditutup rapat-rapat oleh Soeharto dan memiliki otonomi sendiri.
Hal ini terus berlangsung hingga masa pemerintahan SBY. Saya sendiri ikut hadir ketika mantan menteri kesehatan, Siti Fadhilah Supari didapuk menjadi Keynote Speaker dalam acara Kajian Zionisme Internasional, 2009 silam. Disitu, Bu Siti Fadhilah mengatakan sebenarnya rencana pemberhentiaan (atau pencopotan?) dirinya sebagai Menkes sudah berlangsung jauh-jauh hari. Konon, Amerika gerah dengan ulah beliau dalam menguak konspirasi dibalik strategi NAMRU-2 menyebarkan virus di Indonesia.
Siti Fadilah Supari secara terang-terangan melarang semua rumah sakit di Indonesia untuk mengirimkan sampel virus flu burung ke NAMRU. Sebab, kontrak kerjasama dengan Namru telah berakhir sejak Desember 2005.
Dalam bukunya yang berjudul 'Saatnya Dunia Berubah', Siti Fadilah Supari juga menyoroti WHO dan negara asing lainnya memanfaatkan sampel virus flu burung Indonesia untuk dibuat vaksin, yang selanjutnya dijual ke Indonesia dengan harga mahal.
Pada 16 Oktober 2009, pemerintah secara resmi menghentikan kerjasama dengan NAMRU-2. Penghentian kerjasama ditandai dengan sebuah surat. "Dengan hormat, pemerintah Republik Indonesia menyatakan pemberhentian kerjasama," demikian isi surat Siti Fadilah kepada Duta Besar Amerika Serikat, Cameron Hume.
Namun bukan berarti ditutupnya NAMRU-2, strategi Amerika mengendalikan sektor kesehatan Indonesia menjadi berakhir. Pasca ditutupnya NAMRU-2, IUC (Indonesia USAID Center for Biomedical and Public Health Center) digadang-gadangkan mesin baru Amerika di Indonesia dalam bidang kesehatan. Forum baru itu dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Indonesia dan Departemen Kesehatan Amerika.
Menurut Fahmi AP Pane, Staf Ahli Fraksi PPP DPR RI, kriteria peneliti AS di IUC dan klausul keistimewaan yang dulu diberikan kepada peneliti NAMRU-2, seperti kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak di seluruh wilayah Indonesia, mekanisme transfer material, dan lain-lain juga belum terjelaskan kepada DPR RI dan publik. Padahal, itu tergolong kepentingan publik sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Maka kita harus terus memantau pergerakan dari IUC ini.
Terkait strategi perang pasifik, hal itu memang tidak dapat dipungkiri, karena keberadaan Namru-2 sendiri juga berperan sebagai alat diplomasi Amerika di dataran Asia Pasifik. Di Indonesia, NAMRU-2 boleh ditutup, tapi tidak untuk beberapa negara lain di Asia Tenggara, seperti Laos, Singapura, Thailand, dan Kamboja. Mereka terus berjalan hingga detik ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar