Jawabannya: Maaf, anda masih salah. Pohon memang salah satu
penyumbang oksigen, akan tetapi hanya sebesar 20% untuk bumi. Pohon
berguna untuk mitigasi (mengurangi) karbondioksida yang ada di bumi.
Jadi untuk mengurangi dampak pemanasan global, tanamlah pohon agar CO2
nya dapat dimanfaatkan oleh pohon. Karena nilai wajar dari CO2 adalah
0,1% di bumi ini, tetapi tahun 2013 ini kadar CO2 di atmosfer bumi sudah
mencapai 0,3% !
Ternyata jawaban yang benar :
“Ya, benar, plankton. Khususnya adalah Fitoplankton”
Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup
dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.
Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di
dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik.
Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan
dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis
benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air
pasang atau angin yang menghanyutkannya.
Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat bekal garam
mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk
memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan,
tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah
sebabnya kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu.
Selain sisa-sisa hewan, plankton juga tercipta dari tumbuhan. Jika
dilihat menggunakan mikroskop, unsur tumbuhan alga dapat dilihat pada
plankton. Beberapa makhluk laut yang memakan plankton adalah seperti
batu karang, kerang, dan ikan paus.
Plankton adalah organisme yang menyumbang 80% kebutuhan oksigen
yang ada di bumi ini. dengan kemampuannya berespisari menghasilkan
gelembung-gelembun oksigen yang terdapat di dalam laut, oksigen tersebut
terlepas ke udara dan menjadi gas yang bisa kita nikmati sekarangPara ilmuwan
dari Amerika Serikat menemukan plankton secara tidak langsung dapat
membuat awan yang dapat menahan sebagian sinar matahari yang merugikan.
Sehingga plankton bisa membantu memperlambat proses pemanasan bumi.
Dierdre Toole dari Institusi Oceanografi Woods Hole (WHOI) dan
David Siegel dari Universitas California, Santa Barbara (UCSB) adalah
dua peneliti itu.
Penelitian yang dibiayai oleh NASA tersebut mengungkapkan ketika
matahari menyinari lautan, lapisan atas laut (sekitar 25 meter dari
permukaan laut) memanas, dan menyebabkan perbedaan suhu yang cukup
tinggi dengan lapisan laut di bawahnya. Lapisan atas dan bawah tersebut
terpisah dan tidak saling tercampur.
Plankton hidup di lapisan atas, tapi nutrisi yang diperlukan oleh
plankton terdapat lebih banyak di lapisan bawah laut. Karenanya,
plankton mengalami malnutrisi.
Akibat kondisi malnutrisi ditambah dengan suhu air yang panas,
plankton mengalami stress sehingga lebih rentan terhadap sinar
ultraviolet yang dapat merusaknya.
Karena rentan terhadap sinar ultraviolet, plankton mencoba
melindungi diri dengan menghasilkan zat dimethylsulfoniopropionate
(DMSP) yang berfungsi untuk menguatkan dinding sel mereka.
Zat ini jika terurai ke air akan menjadi zat dimethylsulfide (DMS).
DMS kemudian terlepas dengan sendirinya dari permukaan laut ke udara.
Di atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sejenis
komponen sulfur. Komponen sulfur DMS itu kemudian saling melekat dan
membentuk partikel kecil seperti debu. Partikel-partikel kecil tersebut
kemudian memudahkan uap air dari laut untuk berkondensasi dan membentuk
awan.
Jadi, secara tidak langsung, plankton membantu menciptakan awan.
Awan yang terbentuk menyebabkan semakin sedikit sinar ultraviolet yang
mencapai permukaan laut, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan
sinar ultraviolet.
Proses ini sebenarnya telah beberapa tahun dipelajari di
laboratorium oleh para ilmuwan, namun proses alamiahnya baru kali ini
dapat dipelajari.
Awan yang disebabkan oleh plankton ini, dipercaya dapat
memperlambat proses pemanasan bumi, serta memiliki efek besar tehadap
iklim bumi. Namun, untuk membuktikan hal tersebut, masih harus dilakukan
penelitian lanjutan yang seksama.
Penelitian yang dilakukan di Laut Sargasso, lepas pantai Bermuda
ini juga menemukan secara mengejutkan bahwa partikel DMS ini dapat
terurai dengan sendirinya di udara setelah tiga sampai lima hari saja.
Padahal, karbondioksida di udara, dapat bertahan hingga berpuluh-puluh
tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar