Rabu, 10 Juli 2013

Adab Memberi Salam

Bersalaman

Kalau kita mau merenungkan betapa banyak pahala-pahala Allah yang tersedia setiap harinya untuk kita raih, tapi justru sering kita remehkan dan abaikan. Dari semenjak kita terjaga dari tidur hingga sampai tidur kembali, semuanya terdapat pahala yang terhampar tak terhitung. Tentunya dengan catatan, kalau semuanya kita jalani sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan syariat.

Contoh yang sangat sederhana sekali dari pahala-pahala yang terabaikan setiap harinya adalah tradisi dan ibadah menebar salam ‘Assalamu’alaikum’.

Tidak sedikit di antara kita umat islam yang merasa minder dan malu kalau harus menyapa dengan mengucapkan salam ketika bertemu saudaranya, dan lebih bangga kalau dapat menyapa dengan sapaan ‘ala barat’ atau sapaan yang lainnya, seperti: hello; hai; selamat pagi; selamat siang; selamat sore; selamat malam; dan lain sebagainya. Juga ketika mendatangi rumah sanak-saudara atau bertamu ke salah satu rumah teman, terasa berat rasanya kalau memulainya dengan mengucapkan salam dan anehnya seakan lebih afdhol atau lebih ‘sreg’ kalau dengan ucapan selainnya, seperti: permisi, kulo nuwun, punten atau hanya sekedar mengetuk pintu rumah atau lebih parah dari itu masuk ‘slonong boy’, tanpa permisi dan basa basi. Sungguh menyedihkan dan menyelisihi ajaran Islam yang agung itu sendiri.

Allah subhanahu wa Ta’aalaa berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS. an-Nur: 27)
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

“Hak seorang muslim atas saudaranya yang muslim ada enam: apabila kamu bertermu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya…” (HR. Muslim 2162)

Perlu kita sadari bersama bahwa mengucapkan salam dalam Islam bukan hanya sekedar sapaan belaka, tetapi lebih mulia dari itu. Ia merupakan bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala, yang jelas punya nilai dan pahala yang besar di sisi-Nya. Karena ucapan salam itu adalah doa. Sedangkan doa itu sendiri merupakan inti ibadah dan diberikan pahala bagi siapa yang mengucapkannya.

Salam juga merupakan ajaran dan amalan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan para shahabat ridwanullahu’alaihim.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin al’Ash radhiyallahu’anhuma bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, “ajaran Islam yang manakah yang paling baik”? Beliau menjawab, “Kamu memberi makan (orang yang membutuhkannya), dan kamu mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”. (HR Bukhari 4684 dan Muslim 993).

Berikut ini, kita cantumkan beberapa adab salam. Mudah-mudahan bisa menambah pengetahuan kita yang selanjutnya menjadi landasan kita dalam beramal.
  • Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan
 “Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali” (HR. Al-Bukhari).
  • Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan mengawali memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hendaklah yang muda memulai memberi salam kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk  dan yang sedikit kepada yang lebih banyak..” Dan dalam suatu riwayat: “dan yang bertunggangan (berkenderaan) kepada yang berjalan.” (Bukhari 6231, 6234 dan Muslim 2160).
  • Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya:
 “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).

BERI SALAM

Salam itu sesungguhnya mendatangkan pahala yang banyak, namun melakukannya juga tidak secara ‘acuh tak acuh’ melainkan dengan senyum dan bermuka manis, di samping  mendoakan agar mendapat keampunan daripada Allah SWT.

Sebagaimana hadis riwayat Al-Imam Abu Daud dan Al-Tirmizi, bahawa pernah seorang lelaki datang bertemu dengan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam lalu memberi salam (Assalammualaikum), Rasulullah segera menjawabnya, kemudian lelaki itu pun duduk, lalu baginda bersabda “Sepuluh”. Tak lama setelah itu datang lagi tamu lain dan memberi salam dengan cara yang lebih baik dari tamu pertama tadi, lalu memberi salam (Assalamualaikum warahmatullah) salamnya segera dijawab baginda, tamu itu pun duduk, lalu baginda bersabda “Dua Puluh”. Kemudian datang lagi tamu lain dengan mengucap salam yang lengkap dan sempurna iaitu (Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh) salam itu juga segera dijawab oleh baginda, setelah tamu ketiga tadi duduk, baginda bersabda : “Tiga Puluh”.

Dari keterangan hadis ini dapat difahami bahwa salam yang minimal akan mendapat pahala 10 dan salam yang lebih baik mendapat pahala 20 manakala salam lengkap dan sempurna akan mendapat pahala 30. Mengenai nilai pahala yang disebutkan 10, 20 dan 30 itu, Allahu ‘alam, hanya Allah sajalah yang mengetahui nilainya sebenarnya.

Berikut lanjutan dari adab memberi salam:
  • Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan:
 “Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
  • Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:
” Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian” (QS. An-Nur(24) : 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma :
 “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
  • Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma yang menyebutkan
 “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
  • Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan:
Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Muttafaq’alaih).
  • Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani…..” (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
  • Disunnatkan memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
“Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal”. (Muttafaq’alaih).
  • Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya.
 “Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika wa `ala abikas salam ( HR . Abu dawud dan dihasankan Al Albani )
  • Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
  • Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan:
 “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
  • Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang diajak berjabat tangan itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan:
 “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
  • Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan:
Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak”. Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
  • Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda:
 “Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita”. (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani). 

 Oleh: Ridwan Hamidi, Lc.,M.A, Mahasiswa Program S3 Medina International University

Tidak ada komentar:

Posting Komentar