Minggu, 14 Juli 2013

Menyempurnakan Ibadah dengan Muamalah

ibadah

Oleh: M. Fuad Nasar
Wakil Sekretaris BAZNAS
Islam menghimpun tiga aspek utama dalam ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah adalah pokok-pokok keimanan dan tauhid yang menjadi landasan hidup muslim. Dalam akidah tauhid yang tersimpul dalam dua kalimat syahadat yakni penegasan kepercayaan kepada Allah dan penolakan kepercayaan kepada  selain Allah. Seorang muslim yang berpijak di atas landasan akidah tauhid tidak selayaknya mempercayai khurafat, tahayul, mistik, perdukunan dan lain-lain yang mengarah kepada kemusyrikan dan kejatuhan martabat manusia sebagai makhluk yang hanya boleh menghamba kepada Allah.
Syariah adalah peraturan dan hukum yang digariskan oleh Allah pokok-pokoknya dan diwajibkan kepada kaum muslimin agar mematuhinya. Syariah adalah prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antara sesama manusia.

Syariah berasal dari Allah, berisi perintah dan larangan yang dibebankan Allah kepada hamba-Nya. Syariah mencakup ibadah (ubudiyah) dan muamalahMuamalah atau hubungan antar manusia dalam Islam terikat dengan norma-norma hukum dan etika.
Akhlak adalah tata nilai dan aturan perilaku bagi seorang muslim, antara lain meliputi masalah baik dan buruk. Pentingnya akhlak dalam ajaran Islam digambarkan dalam dialog Nabi SAW dengan seorang sahabat sebagai berikut: “Ya Rasulullah. Fulanah (sebutan untuk anonim perempuan, red) terkenal rajin shalat dan puasa serta banyak sedekah. Tetapi ia suka menyakiti tetangga dengan perkataannya. Nabi bersabda, ‘Ia masuk neraka.’ Kemudian orang tersebut bertanya lagi: Ya Rasulullah, Fulanah terkenal dengan sedikit shalat dan puasanya dan ia bersedekah sedikit dengan sisa-sisa makanan. Namun tidak suka menyakiti tetangganya. Nabi Bersabda, ‘Ia masuk surga’.” (HR Ahmad)

Dalam kehidupan sosial Islam mengajarkan etika dan norma-norma muamalah, yang wajib diperhatikan oleh setiap muslim. Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Guru Besar Cairo University
Mesir dan pernah menjadi dosen tamu IAIN Yogyakarta dalam buku Masyarakat Islam  menjelaskan bahwa seorang muslim tidak boleh memandang hina kepada orang lain, seorang muslim tak boleh buruk sangka dan tak boleh mengintai-intai kesalahan orang, Islam menyeru kepada persatuan, Islam menyeru agar menunaikan amanah dan menepati janji, Islam melarang hasad (iri hati), Islam melarang takabbur dan sombong, Islam melarang seorang muslim mencari aib orang lain, Islam menyuruh berlaku adil dan membenci penganiayaan, Islam membenci penyuapan, Islam membenci kesaksian palsu, Islam memperteguh tali silaturrahim, Islam menyeru keoada ilmu pengetahuan, Islam mewasiatkan agar orang bersikap baik dengan tetangganya, dan Islam menyerukan agar orang tolong-menolong dan memperhatikan kepentingan orang lain.

Islam membina pribadi bertakwa dan memberi manfaat kepada sesama. Takwa melambangkan hak Allah atas manusia, dan memberi manfaat kepada sesama melambangkan hak sesama makhluk.

Sebagai muslim kita harus berupaya agar setiap saat dalam hidup ini dapat melakukan amal kebaikan yang memancarkan nilai manfaat dalam kehidupan ini, tidak saja bagi diri sendiri, tapi bagi orang lain, menyangkut fardhu ain maupun fardhu kifayah. Islam mengajarkan bahwa nilai manusia ditentukan oleh amalnya.

Rasulullah bersabda, “Allah tidak memandang bentuk dan harta kekayaanmu, tetapi memandang hati dan bekas amalmu.” (H.R. Muslim). “Siapa yang dilambatkan oleh amalnya, tidak akan dicepatkan karena keturunannya.”  (H.R. Muslim)

“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, belum beriman seseorang di antaramu, sampai ia mencintai saudaranya (sesama muslim) seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari-Muslim)

Dalam hadits lain, “Seorang muslim itu ialah orang yang selamat orang muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya (perbuatannya).” (H.R. Bukhari- Muslim)

Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah manusia yang paling baik? Rasul menjawab, “Orang yang paling banyak memberi manfaat kepada sesamanya.” “Amal apa yang paling utama?” Rasul menjawab, “Memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman.” Ditanya lagi, “Dengan jalan manakah memasukkan rasa bahagia itu?” Dijawab oleh Rasulullah, “Dengan melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan utang-utangnya.” (H.R. Thabrani)

Dengan demikian dapat disimpulkan, ibadah akan sempurna dengan muamalah dan ketakwaan dalam beragama harus tercermin dalam perilaku mulia di tengah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar