Kamis, 18 Juli 2013

Bagaimana Mengakhiri Ramadhan


RAMADHAN akan segera berlalu. Kurang lebih beberapa hitungan hari lagi lagi hilal syawal akan muncul dan mengakhiri bulan mulia itu. Seperti biasa, kaum muslimin menyikapi akhir  Ramadhan dengan ragam kegiatan yang berbeda-beda. Sebagian menjalankan sunnah I’tikaf  untuk mengais keberkahan yang tersisa di bulan ini, khususnya kemuliaan malam lailatul qadar.

Sebagian lainnya mulai menyibukkan diri untuk menyambut lebaran yang tengah dinanti.  Berbagai adat tradisi yang mengitari seputar idul fitri pun mulai bermunculan di sana-sini.

Setiap muslim di ujung ramadhan mendapati dirinya pada dua dilema yang selalu berulang  setiap tahunnya. Kita pasti bersedih karena akan kehilangan momentum pahala dan keberkahan  yang berlipat-lipat di bulan ramadhan, namun pada saat yang sama kita juga harus bergembira  dengan datangnya hari raya Idul Fitri. Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda tentang  kebahagiaan di hari raya : “ Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya, dan sungguh inilah hari kegembiraan bagi kita “ (HR Bukhori).

Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan seorang muslim di akhir ramadhan, agar bisa tetap  optimal dalam menutup ramadhan, sekaligus mempersiapkan kebahagiaan yang syar’i di hari  raya nanti ;

Pertama : Berusaha tetap istiqomah dan bersungguh-sungguh dalam ibadah.
Rasulullah SAW senantiasa meningkatkan ibadahnya di akhir Ramadhan. Beliau juga  menjalankan sunnah I’tikaf – berdiam diri di masjid untuk beribadah – selama sepuluh hari yang  terakhir.

Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR  Bukhori dan Muslim). Ini adalah sebuah isyarat khusus dari Rasulullah SAW bagi kita tentang  bagaimana seharusnya mengakhiri ramadhan. Jauh dengan yang sebagian besar dilakukan oleh  kaum muslimin di hari-hari ini, yaitu meninggalkan tarawih dan tilawah untuk ikut berjubel di pusat perbelanjaan dan toko-toko pakaian. Ramadhan belumlah usai, tetapi banyak yang  mengakhiri ramadhan sebelum waktunya.

Di akhir Ramadhan ini, hendaknya seorang muslim sejenak melakukan perenungan diri.  Bermuhasabah agar hati ini tidak merasa sombong dengan banyak ibadah yang telah dilakukan,  tapi justru terus mawas diri dan berharap agar puasa dan amal ibadah lainnya selama Ramadhan  ini benar-benar diterima di sisi Allah SWT.
Hendaklah kita merenungi sabda Rasulullah SAW : “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya

kecuali hanya begadang,” (HR Ibnu Majah & al-Hakim)
Kedua : Mengeluarkan zakat fitrah dengan ikhlas dan tepat waktu

Dari Ibnu Abbas ra : “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang  berpuasa dari kesia-sian dan perbuatan keji, dan juga sebagai makanan bagi kaum miskin.  Barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat (ied) maka itu adalah zakat yang dikabulkan, dan barang siapa yang menunaikannya setelah sholat (ied) maka dia termasuk sedekah  biasa,” (HR Ibnu Dawud & Ibnu Majah)
Mengeluarkan zakat fitrah di akhir ramadhan hendaklah ditunaikan dengan ihsan. Mereka yang membayar zakat benar-benar harus memahami hikmah yang terkandung dari kewajiban zakat  fitrah. Jangan sampai ada yang merasa ini hanyalah sebuah kebiasaan atau tradisi yang selalu  berulang menjelang hari raya. Hendaknya kita merasakan dengan hati mendalam bahwa inilah kesempatan emas bagi kita untuk menebus kelalaian-kelalaian kita saat berpuasa di hari-hari sebelumnya, sekaligus sarana berbagi kebahagiaan di hari raya Idul Fitri.

Dengan pemahaman yang baik tentang zakat fitrah, maka insya Allah kita akan menjalankan benar-benar dengan keikhlasan, dan juga tepat pada waktunya sesuai yang disyariatkan Islam.

Ketiga : Meningkatkan Syiar Idul Fitri, dan bukan sekedar menjaga tradisi.  Hari raya Idul Fitri adalah salah satu syiar dalam agama Islam. Karenanya, sudah sepatutnya seorang muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan mengagungkannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an : “ dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar (agama) Allah, Maka  Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati,” (QS Al-Haj 32)

Rasulullah SAW dalam haditsnya banyak menunjukkan esensi hari raya Idul Fitri sebagai sebuah  syiar yang harus disemarakkan. Salah satu wanita shahabat, Athiyyah ra berkata : “Kami  diperintahkan supaya keluar pada hari raya, sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan  dari pingitannya dan mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak, ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharap berkah dan  kesucian hari tersebut,” (HR Bukhori & Muslim ).

Riwayat di atas menunjukkan dengan jelas  bagaimana gambaran syiar Idul Fitri yang harus disemarakkan dengan optimal, diikuti dan  dirayakan oleh segenap kaum muslimin.

Indonesia kaya akan tradisi menyambut lebaran. Dari mulai tradisi mudik, pakaian baru, hingga aneka hidangan di hari raya akan sangat menyibukkan waktu kita menjelang hari raya. Tentu saja  semua itu akan tetap berharga dalam pandangan Islam, jika kita meniatkannya untuk  meningkatkan syiar hari raya, bukan sekedar menjaga tradisi apalagi sarana bermewah- mewahan dan unjuk diri.

Adalah penting sekali untuk meluruskan niat di saat-saat seperti ini.  Akan sangat berbeda antara mereka yang mudik sekedar menjaga tradisi, dengan mereka yang  memahami dan menghayati silaturahmi sebagai salah satu amalan terbaik dalam agama ini.

Berbeda pula mereka yang membeli pakaian baru agar dipuji-puji, dengan mereka yang  meniatkan mengikuti anjuran Rasulullah SAW untuk memakai yang terbaik di hari fitri.  Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya. Hari-hari ini kita akan banyak diuji masalah  niat dan keikhlasan.

Rasulullah SAW berkata: “Bagi  orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka (buka puasa dan saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka,” (HR Bukhori &; Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar