Minggu, 14 Juli 2013

Apa Maksudnya Menjadi Wali Allah?

berdoa-274x300

Kata wali berasal dari bahasa Arab yang artinya dipercaya, pelindung. Sedangkan menurut terminologi yang disimpulkan oleh para ulama, wali adalah orang yang beriman dan bertakwa tetapi bukan dari golongan nabi.

Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus [10]: 62-63).

Ayat ini menjelaskan bahwa ciri-ciri seorang wali ada 2, yaitu; beriman dan bertaqwa. Beriman artinya ia yakin akan adanya Allah dan hari akhir, sehingga perkataan dan perbuatannya sesuai dengan apa yang diyakini hatinya.

Bertaqwa artinya ia melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya dimanapun ia berada.

Seseorang yang berpakaian jubah dan mengenakan sorban, bisa menghilang dan dalam sekejap mata dapat berpindah ke tempat yang jauh, tetapi dalam kesehariannya tidak pernah sholat lima waktu maka ia bukanlah wali Allah. Ia adalah wali setan yang sesat dan menyesatkan manusia.

Imam Nawawi mencantumkan hadits tentang wali Allah di urutan ke 38 dalam kitabnya Hadits Arbain An-Nawawi.

Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, Sesungguhnya Allah telah berfirman, “barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah nyatakan perang kepadanya, dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, jika ia memohon perlindungan dari-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

Hadits kudsi ini menjelaskan kepada kita bahwa amalan-amalan sunnah dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt, dan jika dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan kecintaan Allah Swt.

Namun demikian jangan sampai amalan-amalan sunnah yang kita lakukan mengalahkan amalan wajib. Contoh, kita bersemangat melakukan shaum hari senin, tetapi dalam waktu yang bersamaan kita lalai untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Tidak sampai disitu, kita pun mengulur-ulurnya hingga waktu shalat hampir habis.

Atau yang lebih memprihatinkan lagi, amalan bid’ah mengalahkan amalan sunnah. Contoh, kita bersemangat menggelar acara peringatan Isra Mi’raj dengan mengorbankan waktu, tenaga dan uang yang tidak sedikit. Pada bulan yang sama terjadi gerhana matahari, namun jangankan kita melaksanakan shalat gerhana, terniatkan di hati pun tidak. Padahal sudah jelas yang dicontohkan oleh Nabi Saw adalah shalat gerhana bukan memperingati Isra Mi’raj.

Hadits tersebut juga menjelaskan bahwa jika kita senantiasa taat kepada Allah Swt, maka telinga ini tidak mau mendengar apa yang dibenci Allah Swt seperti perkataan ghibah dan nyanyian yang penuh kesia-siaan. Mata ini tidak mau melihat apa yang dibenci Allah Swt seperti melihat gambar porno, video porno dan sebagainya. Tangan ini tidak mau melakukan apa yang dibenci Allah Swt seperti mencuri dan membunuh orang tanpa alasan syar’i. Dan kaki ini tidak mau pergi ke tempat-tempat yang dibenci Allah Swt  kecuali dalam rangka melakukan perbaikan.

Demikianlah wali Allah Swt. orang yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah Swt. Begitu dimulyakan, hingga Allah Swt menyatakan perang terhadap siapa saja yang berani mengganggu atau melukainya. tidak memandang si pengganggu adalah musuhnya atau saudaranya.

Dan manfaat yang tidak kalah besar, yang Allah Swt berikan kepada walinya adalah do’a-do’a yang ia panjatkan akan dikabulkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar