Selasa, 02 Juli 2013

Adakalanya Kita Perlu Bersifat Kekanak-Kanakan

anak-anak

Umumnya kalo lagi jalan-jalan—kemanapun itu kayanya hampir selalu ketemu sama yang namanya anak-anak, entah itu anaknya cuma sendirian, atau lagi main bareng sama temennya. Sering rasanya saya lihat, bagaimana anak-anak bermain. Saya yakin teman-teman juga sering memperhatikan.
Lucu juga kalau dilihat, bermain bola, jatuh, lari lagi, mengayuh sepeda, nabrak, mengayuh lagi, lari-larian, tersandung, berlari lagi. Walaupun kaki tangan lecet – lecet, tapi itu tidak membuat mereka berhenti. Ya, kadang ada menangis, namun seberapa saat kemudian, mereka tertawa lagi.

Menikmati hidup. Sakit dan luka sudah dianggap sebagai bagian dari permainan yang memberi tawa. Terkadang tengkar dengan temannya, itu sangat biasa. Dari perang mulut hingga perang tangan, itu sering terlihat. Namun saya yakin, pertengkaran pertengkaran mereka tidak berasal dari hati. Bukan pertengkaran karena benci. Pertengkaran mereka dengan temannya, mungkin salah satu cara mengakrabkan diri. Lihat saja, tak lama setelah bertengkar, mereka berdamai lagi. Seolah tidak pernah ada yang terjadi.

Melihat anak-anak demikian, terkadang malu sendiri rasanya. Saya, dan juga kita, pernah mengalami masa yang bernama anak-anak,namun terkadang lupa dengan perasaan yang dulu pernah ada.

Menikmati hidup. Bagaimana anak – anak tetap berlari walau telah terjatuh berulang kali. Namun kini, kadang memutuskan untuk berhenti saat terjatuh pertama kali. Saat gagal dalam pilihan hidup, lalu tidak mencoba lagi.

Menikmati hidup. Memang, semakin mendewasa kita semakin mampu berpikir. “Apa yang akan terjadi, kalau kita melakukan ini?” “Kalau kita begini, maka akan begini” Namun pada akhirnya, kita kadang membatasi diri dengan pikiran sendiri. Membatasi mimpi – mimpi kita, dengan bayangan – bayangan pikiran kekhawatiran, yang sebenarnya belum tentu terjadi.

Menikmati hidup. Bukan memperbanyak musuh, yang tadinya teman. Bukan mempertajam perselisihan karena perbedaan. Bukan tidak mau menemani, karena pernah tersakiti.

Adakalanya, mungkin kita perlu bersifat kekanak-kanakan. Terus mencoba di saat jatuh dan gagal berulang kali. Tidak peduli, sakit ataupun luka, karena ingat selalu ada mama dengan betadine dan obat merah di rumah, he. Tidak peduli, sakit ataupun luka, karena ingat luka hanya sementara sakitnya. Maka gagal pun sementara saja pedihnya.

Belajar dari anak-anak adalah belajar tentang membebaskan diri dari segala kekhawatiran, berbuat sebebasnya, namun membingkainya dalam tanggung jawab seorang dewasa.

Belajar dari anak-anak, mungkin belajar bagaimana berteman dengan semua orang, termasuk yang memusuhi kita. Belajar tentang bagaimana memaafkan secepat kilat. Belajar tentang bagaimana melupakan kesalahan orang lain, karena itu memang tidak perlu diingat.

Belajar dari anak-anak, dalam berbagai kejadian kehidupan kita saat ini, jangan lupakan bagaimana untuk tetap tertawa saat menjalaninya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar