Sabtu, 01 Februari 2014

Kisah Mantan Analis Keuangan RI yang Jadi Budak Seks di AS

Budak seks menurut Salwa al Mutairi aktivis wanita Kuwait lebih baik ketimbang jajan dengan PSK

VIVAnews - Siapa sangka perempuan berpendidikan tinggi jadi budak seks. Perbudakan bukan hanya menimpa orang-orang kecil atau yang tak berpunya. Orang dari kalangan berpendidikan pun bisa terjebak dalam praktik yang, bagi banyak pihak, merupakan kejahatan kuno namun masih ada hingga sekarang.

Shandra Woworuntu, misalnya. Siapa sangka bahwa perempuan berpendidikan tinggi dan pernah menjadi analis keuangan ini sempat terjerembab dalam perbudakan seks. Kejahatan ini bahkan terjadi di Amerika Serikat, yang bagi banyak orang sebagai negeri modern yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kisah kelam Shandra berikut ini sudah lama terjadi, lebih dari sepuluh tahun silam. Namun justru itu yang membuat perubahan penting bagi hidup dia. Selamat dari perbudakan seks, Shandra kini aktif berjuang menyelamatkan dan membela sesama kaum hawa dari kejahatan itu.

Shandra pun telah menarik perhatian media massa internasional. Jurnalis dari kantor berita AFP, misalnya, telah mewawancarai Shandra soal perdagangan manusia dan perbudakan seks berdasarkan pengalaman dan perjuangannya di AS. Kisah ini juga menyebar ke media-media massa mancanegara. 

Di laman lembaga Survivors of Slavery, lembaga nirlaba tempat dia kini jadi pegiat, Shandra bercerita cukup panjang lebar. Dia tidak menyangka menjadi korban perbudakan seks di AS saat usianya baru menginjak 25 tahun.

Di Indonesia, Shandra termasuk korban krisis moneter 1997-1998. Lulus dari sebuah universitas setelah menempuh jurusan Keuangan dan Manajemen Perbankan, Shandra mendapat pekerjaan elit di Korea Exchange Bank di Jakarta dengan spesialisasi perdagangan pasar uang.


 Shandra Woworuntu


Sebagai analis keuangan yang brilian, dia sangat menikmati karirnya itu dan di sela-sela kesibukannya juga aktif sebagai pegiat HAM dengan memperjuangkan hak-hak kaum buruh.

Namun, saat negerinya dihantam krisis moneter, yang berlanjut ke konflik sosial-politik, hilang pula pekerjaan Shandra. Dia lalu melihat peluang untuk bekerja di AS, negeri penuh harapan dan menjadi tempat yang aman bagi pikiran banyak orang.

Dia akhirnya berangkat ke Negeri Paman Sam setelah melamar suatu lowongan kerja, yang terpasang di iklan. Lowongan itu menawarkan posisi di suatu industri perhotelan di Kota Chicago untuk durasi enam bulan.

Namun, sesampai di Bandara John F. Kennedy di Kota New York, sambutan yang diterima Shandra berbanding terbalik dengan apa yang dia harapkan. Dia ternyata jatuh ke dalam suatu sindikat perdagangan manusia, yang langsung menyambutnya secara brutal.

Menurut pengakuan Shandra, begitu keluar dari bandara, seorang agen yang menunggu dia langsung menggiringnya ke dalam sebuah van. Paspor Shandra dan identitas lainnya dirampas. Shandra mencoba protes, namun malah todongan senjata api yang menempel kepalanya. Saat itu juga Shandra sadar bahwa dia akan menjalani situasi yang sangat tidak dia harapkan.

Shandra akhirnya diseret dalam suatu jaringan perbudakan seks bawah tanah yang tidak dia sangka-sangka. Dia dipaksa melayani para pria hidung belang selama 24 jam sehari di berbagai rumah bordil di Kota New York dan Connecticut.

Setelah berkali-kali mencoba, Shandra berhasil menyelamatkan diri. Dalam suatu kamar mandi sebuah bangunan di distrik Brooklyn, New York, dia berhasil kabur lewat jendela saat para penyekapnya lengah.   

Namun, penderitaan belum berhenti. Shandra hidup menggelandang selama sekian lama karena tidak punya uang dan tempat tinggal dan jauh pula dari keluarga dan teman.

Pada akhirnya Shandra berhasil bertemu dengan seseorang yang membawa dia ke penegak hukum. Di sana, Shandra dirujuk ke Safe Horizon, yaitu suatu lembaga di Kota New York khusus membantu orang-orang yang nasib mereka tidak menentu.

Setelah mendengar kisahnya, para pengurus lembaga itu berupaya membantu. Shandra tidak puas hanya bisa lolos dari orang-orang yang menjadikan dia budak seks. Dia ingin mengungkap jaringan kejahatan itu kepada aparat hukum, baik tingkat federal maupun lokal, karena masih ada perempuan-perempuan yang senasib dengan dia.

Jadi Pelobi

Maka, setelah bertahun-tahun memulihkan diri, Shandra pun tergerak untuk aktif membantu membebaskan para perempuan dari perdagangan manusia maupun perbudakan seks. Dia kini dikenal sebagai pembicara inspiratif dalam membangkitkan kepedulian dan mendidik masyarakat melalui pengalamannya yang menyeramkan.

Selain aktif di sejumlah lembaga advokasi anti perdagangan manusia, Shandra pun menjadi pelobi bagi para anggota Kongres di Washington DC. Pada 2011, Shandra mendirikan sebuah kelompok bantuan bernama "Voice of Hope" melalui Safe Horizon.

Untuk menjamin bahwa orang-orang di Indonesia tidak senasib dengan dia, Shandra pun membuat fanpage di Facebook bernama “Stop Human Trafficking di Indonesia.”

Lembaga The Alliance To End Slavery and Trafficking, seperti dikutip The Daily Star, memperkirakan bahwa sekitar 14.000 hingga 17.000 pria, wanita, dan anak-anak diselundupkan secara ilegal ke AS setiap tahun untuk dijadikan pekerja paksa maupun budak seks.

Dalam laporan soal penyelundupan manusia pada 2013, Departemen Luar Negeri AS pun mengakui bahwa negara mereka merupakan "sumber, transit, dan tujuan bagi pria, wanita, dan anak-anak - baik warga AS maupun orang asing - yang menjadi korban kerja paksa, jerat utang, layanan yang tidak sukarela maupun perdagangan seks." Para korban kebanyakan dari Meksiko, Thailand, Filipina, Honduras, dan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar