Rabu, 26 Juni 2013

Ta’aruf Dengan Dukun

dukun

DI KALANGAN masyarakat ada istilah tak kenal maka tak sayang. Istilah itu saya ubah dengan tak kenal maka harus berkenalan. Kenapa beberapa kali saya mengangkat tulisan tentang dukun, pertama kita harus waspada, dan yang kedua kita harus terhindar dari perkara perkara syirik.

Di zaman modern ini perdukunan sudah terang terangan masuk media tv, radio, majalah tidak tanggung tanggung mereka memakai tampilan ustad seperti memakai sorban baju gamis, pokoknya sudah seperti Aa gym.  Jadi kita harus mengenalnya agar waspada. Ada beragam istilah dalam bahasa Arab yang maknanya agak dekat dengan kata dukun. Masing-masing istilah menunjukkan spesialisasi dukun tersebut.

‘Arraaf
Kata ‘arraaf disebut Nabi dalam sabdanya : “Barangsiapa yang mendatangi ‘arraaf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak satu shalatpun yang diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Imam al-Khiththabi menyebutkan bahwa ‘arraaf adalah orang yang mengaku mengetahui barang yang dicuri, tempat orang hilang atau yang semisalnya. Yakni mengetahui secara gaib hal-hal yang sedang dan tengah terjadi.

Kahin
Kata ‘kahin’ terkadang memiliki makna yang sama dengan ‘arraaf, tetapi juga memiliki definisi yang khusus. Masih menurut al-Khiththabi, beda antara ‘arraaf dan kahin adalah, kalau ‘arraaf itu dukun yang mengaku bisa menebak kejadian yang telah dan sedang terjadi, sedangkan kahin adalah orang yang mengaku mengetahui yang gaib dan mengabarkan kepada manusia tentang peristiwa yang akan terjadi berdasarkan ‘wahyu’ dari setan. Biasanya dia berkata, “Akan terjadi peristiwa anu…pada hari anu…”

Orang seperti ini menjalin hubungan dengan setan-setan yang akan memberitahukan kepadanya berita yang datang dari langit. Setan-setan itu mencuri berita dari langit, selanjutnya dukun tersebut membubuhkan kebohongan-kebohongan pada berita itu dan menyampaikannya kepada manusia. Apabila sesuatu yang dia kabarkan benar-benar terjadi maka manusia akan mempercayainya sebagai orang yang tahu sesuatu yang gaib.
Kata ‘kahin’ disebut dalam firman Allah,  “Maka peringatkanlah, karena dengan nikmat Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah seorang kahin dan bukan pula orang gila.” (QS. At-Tur [52] : 29)

Dan firman Allah,“Dan bukan pula perkataan kahin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya.” (QS. Al-Haqqah [69] : 42)

Ibnu Katsir menafsirkan ‘kahin’, yakni orang yang memiliki pandangan yang didapatkan dari jin yang mencuri dengar di langit.

Kata ‘kahin’ juga disebut dalam hadits Nabi Saw, “Barangsiapa yang mendatangi seorang ‘kahin’ kemudian membenarkan (meyakini) apa yang dia ucapkan maka sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. At-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Munajjim (Ahli Nujum)
Ahli nujum adalah orang yang menghubung-hubungkan peristiwa-peristiwa kosmologi dengan kejadian-kejadian di bumi. Artinya seorang ahli nujum itu mengkaitkan fenomena yang telah atau akan terjadi di bumi dengan letak dan posisi bintang-bintang, waktu terbit dan tenggelamnya serta yang semisalnya. Termasuk ramalan bintang atau zodiac.
Perbuatan ini termasuk satu jenis sihir dan perdukunan, sehingga diharamkan karena hanya berdasar pada ketidakpastian yang tidak ada hakikat kebenarannya sama sekali.
Sejatinya tidak ada kolerasi antara apa yang terjadi di bumi dengan apa yang terjadi di langit. Dulu, ada keyakinan jahiliyah bahwa gerhana matahari dan bulan tidak lain sebagai pertanda kematian seorang yang agung. Maka ketika Ibrahim putra Nabi Muhammad meninggal, Nabi Saw menggugurkan keyakinan tersebut, beliau bersabda :

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena meninggal atau hidup (lahir) nya seseorang.
Keyakinan ini termasuk syirik akbar apabila dipercaya bahwa bintang-bintang itu ikut mengatur rangkaian kejadian di alam semesta.

Tetapi, ada jenis lain ilmu perbintangan yakni menjadikan terbitnya bintang sebagai petunjuk akan masa, musim, waktu penyemaian, dan panen, serta semisalnya. Maka jenis ilmu ini diperbolehkan karena digunakan untuk urusan-urusan duniawi.

Sedangkan jenis ketiga yakni mempelajari ilmu perbintangan untuk mengetahui waktu-waktu shalat, arah qiblat, dan semisalnya yang termasuk perkara-perkara yang disyariatkan. Maka hukum mempelajari ilmu ini disyariatkan dan kadangkala menjadi fardu kifayah atau fardu ‘ain.

Sahir (Tukang Sihir)
Kata sihir dan penyihir sangat banyak ditemukan dalam ayat dan hadits. Sihir adalah buhul dan mantra-mantra yang dibaca atau ditulis atau dibuat untuk selanjutnya bisa mempengaruhi yang disihir secara tidak langsung. Pengaruhnya bisa mengenai badan, hati, maupun akal. Inilah definisi sihir menurut Ibnu Qudamah. Dan masih banyak lagi definisi yang disampaikan para ulama. Namun, secara garis besar, sihir yang menggunakan kekuatan setan terbagi menjadi dua. Yakni sihir takhyili (ilusi) dan sihir haqiqi. Sihir ilusi adalah sihir yang membuat orang memandang sesuatu yang berbeda dengan hakikatnya, seperti pesulap yang menggunakan kekuatan setan. Sedangkan sihir hakiki adalah sihir yang bisa mempengaruhi hati dan fisik. Seperti sihir cerai, pellet, santet, dan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar