Kamis, 07 Maret 2013

Apa yang Salah, Sistem Pendidikan Indonesia Terburuk di dunia??


Berdasarkan artikel yang diterbitkan 27 November 2012 pada website BBC, Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura.

Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.

Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki "budaya" pendidikan.

Lalu apa yang salah??
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:

Pendanaan
Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.

Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.

Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional
 Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, ""Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya".

Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.

Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport
Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.

Manajemen Pendidikan. 
Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.

Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.


Sumber :
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/majal...on_ranks.shtml
- http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/J...Ind-Jerman.pdf
- Perbedaan Pendidikan Jerman dengan Indonesia « Irvan Tambunan | The Blog
- http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/~made/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar