Awan hitam menggantung di senjakala hidup Soekarno. Kekuasaannya dipreteli Orde Baru. Tubuh dan jiwanya dimasukkan dalam tahanan rumah. Dijaga ketat sehingga tak bisa melihat rakyat Indonesia. Ini siksaan terberat untuk Soekarno. Menyaksikan kerumunan rakyat dan bicara dengan mereka adalah jiwa Soekarno.
Soekarno ditahan di Wisma Yasoo, tempatnya dulu tinggal bersama Ratna Sari Dewi alias Naoko Nemoto. November 1966, Soekarno meminta Dewi meninggalkan Jakarta. Saat itu Dewi sedang mengandung, Soekarno takut terjadi apa-apa. Maka dia mendesak Dewi kembali ke Jepang.
Bangunan Wisma Yasoo itu milik negara. Setelah Dewi ke luar negeri, rumah itu kosong. Akhirnya Soeharto menahan Soekarno di sana seorang diri. Hingga meninggal, Soekarno tak punya rumah pribadi.
"Aku satu-satunya presiden di dunia ini yang tidak punya rumah sendiri. Baru-baru ini rakyatku menggalang dana untuk membuatkan sebuah gedung buatku. Tapi di hari berikutnya aku melarangnya. Ini bertentangan dengan pendirianku. Aku tidak mau mengambil sesuatu dari rakyatku. Aku justru ingin memberi mereka," ujar Soekarno seperti ditulis Cindy Adams dalam buku 'Bung Karno, Penyambung Lidah Bangsa Indonesia'.
Sebenarnya Soekarno pernah 'hampir' punya rumah. Ada sebuah rumah di Batu Tulis, Bogor, yang merupakan milik Soekarno. Tetapi saat Soekarno lengser, rumah itu disita Orde Baru.
Tragisnya di Wisma Yasoo, Soekarno hidup kekurangan. Dia sering kekurangan uang, bahkan untuk biaya hidup dan pegangan sehari-hari. Walaupun status tahanan, tentu ada saja keperluan Soekarno yang tak ditanggung negara. Akhirnya Soekarno sempat meminta bantuan untuk meminjam uang.
Soekarno juga tak punya mobil pribadi. Mobil miliknya dijual untuk membiayai pembangunan Patung Pancoran.
Pada Februari 1967, Soekarno dirawat di rumah sakit dan meminta Edhi Sunarso menemui dia. Dalam kondisi sakit, Soekarno meminta Edi menyelesaikan patung itu dan segera dipasang. Edi memberitahukan proyek itu mandek karena kurang biaya.
Sampai-sampai Edhi menggadaikan rumahnya. Mendengar hal itu, Soekarno meminta asistennya menjual salah satu mobilnya dan uangnya diserahkan kepada Edhi Sunarso.
Seminggu kemudian, Edhi menerima uang dari penjualan mobil itu sebanyak Rp 1,7 juta. Dengan uang itu, dia menyelesaikan pembuatan tugu Pancoran.
Soekarno meninggal 21 Juni 1970. Tak ada warisan yang ditinggalkan Soekarno pada bangsa ini selain semangat dan gelora revolusi.
Cerita sedih Soekarno Tak Punya Uang untuk Pernikahan Putrinya]
Soekarno hidup menderita di akhir hidupnya. Dia menjalani tahanan rumah dan selalu dijaga ketat oleh tentara. Pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto memperlakukan proklamator RI ini sebagai pesakitan.
Soekarno tak punya uang simpanan di akhir hidupnya. Ketika salah seorang putrinya hendak menikah, Soekarno tak punya uang. Dengan malu dan terpaksa, dia meminta bantuan salah seorang istrinya, Yurike Sanger, untuk mencarikan utangan Rp 2 juta.
Dengan pengawalan ketat, Soekarno menemui Yurike. Wanita itu menangis melihat Soekarno. Tak ada lagi kegagahan yang dulu tampak. Sosok Soekarno kini tua dan renta karena tekanan batin.
"Mas tak ingin diberi stempel sebagai bapak yang gagal. Yang jadi persoalan utama, Mas tidak punya uang. Hidupku selama ini sama sekali untuk bangsa dan negara, sama sekali untuk kepentingan nasional," beber Soekarno dengan getir.
Untungnya beberapa hari kemudian Yurike bisa mendapatkan uang itu. Dia mendapat pinjaman lunak dari seorang pengusaha.
Hal itu diceritakan Yurike Sanger dalam memoarnya yang ditulis Kadjat Adra'i dan diterbitkan Komunitas Bambu.
Peristiwa lain terjadi tahun 1969, saat itu Rachmawati Soekarnoputri menikah dengan Martomo Pariatman Marzuki. Soekarno dengan penjagaan ketat tentara Orde Baru datang ke pernikahan itu. Suasana sungguh mengharukan. Fatmawati, istri Soekarno menyambut suami yang lama tidak ditemuinya. Fatmawati pun sedih melihat kondisi Soekarno yang kurus dan lemah.
Dengan kasar tentara itu mengusir Fatmawati agar tak mendekati Soekarno. Presiden pertama ini benar-benar diperlakukan seperti narapidana.
Saat Sukmawati menikah, peristiwa itu terulang lagi. Soekarno semakin lemah. Dia bahkan harus dipapah saat naik tangga. Soekarno menangis tersedu-sedu melihat putrinya menikah. Hadirin pun menangis melihat Soekarno sangat tak berdaya.
Tapi tidak demikian dengan para penjaga Soekarno. Tanpa belas kasihan mereka mendorong Soekarno masuk mobil saat jam kunjungan berakhir. Saat Soekarno hendak melambaikan tangan, para tentara itu menarik tangan Soekarno dengan kasar.
Tak ada bedanya dengan memperlakukan bandit jalanan. Inilah senjakala sang pemimpin besar revolusi. Dicampakkan bangsanya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar