Rencana sejumlah Dinas Pendidikan di beberapa kabupaten untuk menggelar tes keperawanan untuk calon siswi SMA dinilai menggelikan oleh praktisi medis.
“Itu impossible, tidak mungkin dilakukan,” kata dr. Dwiana Ocviyanti, seorang ahli spesialis kandungan. Dia menegaskan bahwa tes apa pun secara medis tidak bisa membuktikan keperawanan seseorang. Tes keperawanan hanya bisa menilai selaput darah utuh atau tidak. “Kalau keperawanan itu hanya Tuhan yang tahu,” Dwiana menegaskan.
Menurut dia, para ahli medis bisa saja membuktikan keutuhan selaput dara seseorang. Namun, sebab dari rusaknya selaput dara itu tidak bisa dibuktikan. Dwiana mengingatkan bahwa rusaknya selaput dara bukan hanya dikarenakan hubungan seks, melainkan bisa disebabkan dari aktivitas keseharian, seperti olaraga.
Berdasarkan hal itu, Dwiyana tidak menyetujui tes keperawanan dimasukkan dalam salah-satu tes masuk sekolah. “Robeknya selaput dara tidak dapat dikategorikan penyebabnya. Bahkan, ada orang yang telah melakukan hubungan seks tetapi selaput daranya masih utuh,” kata Dwiana.
Untuk membuktikan apakah seseorang pernah melakukan hubungan seksual atau tidak–sesuatu yang dimaksudkan oleh penggagas tes keperawanan–para dokter hanya mampu melakukan visum. Itu pun dengan bukti otentik seperti sperma serta dilakukan dalam waktu sehari setelah hubungan seks.
Lalu bagaimana sih cara memeriksa keperawanan itu?
Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi, Wimpie Pangkahila mengatakan, bicara keperawanan itu sebelumnya harus ada kesepakatan soal definisi perawan, apakah seorang perempuan pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, atau semata-mata karena selaput dara robek atau tidak.
Sebab, dia melanjutkan, kalau definisi yang dipakai itu pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, berarti tes keperawanan itu tidak ada hubungannya dengan selaput dara yang robek. Misalnya dia melakukan masturbasi pakai alat atau jari hingga selaput dara robek, tapi tidak pernah berhubungan seksual.
“Terus dites. Dan si perempuan jawab, saya perawan karena tidak pernah melakukan hubungan seksual. Terus dia tidak diterima sekolah karena selaput daranya robek, kan kasihan cewek-cewek itu nanti. Kasihan mereka yang pernah masturbasi pakai alat atau jari,” kata Wimpie sambil tertawa.
Padahal, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu melanjutkan, tes keperawanan di situ kan menyangkut perilaku. Misalnya perempuan dites apakah perilakunya buruk karena pernah melakukan hubungan seks bebas atau tidak. “Karena menyangkut perilaku (seks bebas), tidak ada kaitannya dengan selaput dara,” terangnya.
Kemudian, soal cara pemeriksaan selaput dara. Wimpie mengatakan, tidak semua dokter tahu bagaimana cara memeriksa selaput dara itu. Seandainya tes sudah dilakukan, apa sekolah yakin begitu saja, padahal untuk mengetahui itu butuh verifikasi pendapat lain (second opinion).
“Jadi yang memeriksa ini siapa? Dokter? Memangnya semua dokter tahu? Apa benar dokter pasti benar pemeriksaannya? Terus bagaimana dengan second opinion-nya. Misalnya ada pasien datang, kalau tes keperawanan salah masak harus diulang-ulang? Karena tidak semua dokter tahu tentang seksualitas,” ujarnya.
Berikut ini beberapa cara tes keperawanan menurut Dokter Wimpie di rumah sakit.
1. Buka celana.
2. Wanita tidak sedang menstruasi.
3. Wanita diminta berbaring di tempat tidur, dengan posisi seperti orang sedang melahirkan.
4. Kemudian dokter membuka kelamin, di sana bisa dilihat selaput dara robek atau tidak (untuk melihat ini butuh pengetahuan dan ketelitian tinggi, karena tidak semua dokter tahu dengan benar bila tidak ahlinya).
5. Jika selaput dara masih utuh, maka akan terlihat selaput tipis yang menutupi dinding dan bibir vagina.
6. Untuk melihat itu bisa dengan mata telanjang.
Namun demikian, Wimpie mengatakan tidak adil jika keperawanan wanita selalu dibesar-besarkan,
sementara tidak demikian dengan masalah keperjakaan pria. Keperjakaan tidak bisa dibuktikan sama sekali meski si pria sudah pernah berhubungan seksual berulang kali, kecuali dengan pengakuan.
“Untuk mengetahui perawan atau tidak dan perjaka atau tidak, itu satu, pengakuan. Karena ini kaitannya dengan perilaku,” ujarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar