Sebuah studi mengklaim bahwa semakin cerdas seseorang maka kepercayaannya kepada Tuhan semakin sedikit. Psikolog Miron Zuckerman dan Jordan Silberman dari Universitas Rochester, New York serta Judith Hall dari Universitas Northeastern, Boston telah menerbitkan review mereka dari 63 studi yang dilakukan antara tahun 1928 dan 2012 dalam Personality and Social Psychology Review.
Penelitian ini bukanlah penelitian baru. Para peneliti memulai analisis sistematis dalam rentang waktu sekitar seratus tahun untuk menemukan korelasi antara kecerdasan dan religiusitas seseorang. “Mereka menemukan, ateisme tersebar luas di kalangan orang-orang pintar,” tulis Daily Mail, Senin, 12 Agustus 2013.
Kecerdasan didefinisikans sebagai kemampuan untuk berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami ide-ide yang kompleks, belajar dengan cepat, dan belajar dari pengalaman. Di sisi lain, religiusitas didefinisikan sebagai kepercayaan supranatural yang diaplikasikan melalui ritual-ritual untuk menegaskan keyakinan mereka,
Studi ini dikuatkan dengan penelitian Lewis Terman dari Universitas Stanford pada tahun 1921 di Amerika, Inggris, dan Kanada. Dalam studi tersebut, Terman merekrut 1.500 anak-anak yang memiliki IQ melebihi 135 pada usia 10 tahun. Data ini kembali diperiksa oleh Robin Sears di Universitas Columbia pada tahun 1995 dan oleh Michael McCullough dari Universitas Miami pada tahun 2005.
Kesimpulan keseluruhan dari kedua para pengulas adalah bahwa anak-anak cerdas ini ternyata kurang religius bila dibandingkan dengan anak yang IQ-nya lebih rendah. Namun, terlepas dari keateisan mereka, ternyata sebanyak 60 persen anak-anak justru dibesarkan di keluarga yang sangat taat pada agama.
Peneliti menduga, orang-orang cerdas cenderung untuk menyesuaikan diri sehingga mereka lebih mungkin menolak dogma-dogma keagamaan. Penjelasan yang paling umum adalah bahwa orang-orang cerdas tidak ingin menerima keyakinan yang tidak dapat diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar