Rasulullah SAW bersabda: “Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, kemuliaannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya maka engkau akan beruntung,” (HR Bukhari dan Muslim).
Mungkin hampir delapan tahun lalu, Agnes Monica dengan tegas, dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh seorang kru infotainment, pernah mengungkapkan tentang kriteria calon suami yang akan dipilihnya.
Artis cantik yang dikenal luas dan menjadi ikon remaja gaul dan modern sekarang itu menuturkan bahwa syarat pertama calon suaminya adalah harus seagama. Baginya, agama adalah nomor satu. Agama adalah segala-galanya. Intinya, ia tidak akan bisa menerima lelaki yang bukan Kristen untuk menjadi pasangan hidupnya.
Kemudian, beberapa waktu lalu, Jamal Mirdad tampil di acara “Just Alvin” di stasiun televise. Ketika Jamal Mirdad didesak oleh Alvin dengan pertanyaan, “Kenapa sih Mas harus bercerai dengan Mbak Lidya Kandau?”, jawaban Jamal Mirdad kira-kira seperti ini, “Keluarga, anak, dan istri adalah nomor satu … Tapi aku harus lebih menomorsatukan Yang Nomor Satu ….”
Bagi sebagian orang, pernikahan beda agama sudah final. Bagi sebagian orang lain, pernikahan beda agama adalah kompromi. Sebagian orang lain, tidak peduli, yang penting cinta. Coba bayangkan sejenak kelompok mana saja ketiga bagian orang itu? Bagaimana kalau sebagian pertama adalah orang non-Islam, dan sebagian kedua adalah orang Islam? Maka, para artis adalah contoh paling linear dengan infotainment sebagai pembawa berita yang terus mengulang-ulang dan mengulangnya.
Hari ini, kisah Asmirandah dan Revano bergulir setiap hari, dan mungkin sudah ditayangkan sejak pagi hingga malam. Kisah ini menyedot perhatian masyarakat umum dikarenakan terjadi pada dua orang artis remaja, dengan segala bumbu—entah itu Asmirandah yang masuk Kristen, atau Revano yang masuk Islam. Belum ada klarifikasi yang jelas. Yang pasti, hanya Allah SWT yang tahu soal ini.
Para ulama sepakat mengatakan haram hukumnya seorang muslimah menikah dengan seorang lelaki non muslim. Hukum ini didasarkan kepada dalil-dalil sbb :
1. Ayat surah al-Mumtahanah : 10 :”Hai orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALlah lebih mengetahui tentang keimanan mereka: maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka (muslimah). Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
2. Ayat surah al-Baqarah : 221 : “Dan janganlah kamu meikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke sorga dan ampunan dengan izin-Nya.”
3. Meskipun ayat-ayat tersebut berbicara dalam konteks orang musyrik, namun karena alasan pelarangan yang cukup jelas, yaitu meraka akan mengajak ke naraka, maka ini menunjukkan berlaku pada semua non muslim.
4. Dalam pernikahan muslimah dengan non muslim, dikhawatirkan akan menyebabkan muslimah meninggalkan agamanya, atau paling tidak menyebabkannya tidak bisa mengamalkan agamanya, karena kebanyak pernikahan sarat dengan nilai agama, dan kecenderungan perempuan mengikuti suaminya.
Apakah seorang muslim boleh menikahi wanita non muslim? Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan.
1. Wanita yang Musyrik (Musyrikah atau Animis /Paganis)
2. Wanita yang tak mengakui adanya tuhan atau Atheis (Mulhidah)
3. Wanita yang Murtad dari agama Islam (Murtaddah)
4. Wanita ahlu al kitab (beragama yahudi atau nasrani)
Dari keempat golongan wanita di atas, Islam menghalalkan pernikahan hanya bagi wanita Ahlu Kitab. Sedangkan wanita dari golongan selain Ahli Kitab maka Islam melarang menikahinya.
1. Musrikah. Yang dimaksud dengan musyrikah adalah penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/animis/paganis. Hal itu diterangkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221. Hikmah dari pengharaman tersebut sangatlah jelas, yaitu ketidakcocokan antara Islam dan animisme. Yang mana aqidah tauhid sangat mencela animisme dan kelompok animisme tidak mempunyai kitab samawi serta Nabi yang diutus oleh Tuhan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran-ajaran dasar agama Islam. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 yang terakhir surat albaqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.
2. Mulhidah, yang dimaksud dengan mulhidah adalah wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis. Ini karena wanita atheis kedudukannya leb ih buruk dibanding wanita yang musrik, yang mana wanita musyrikah masih mengakui adanya tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Tetapi mereka menduakan Tuhan di dalam penyembahan. Mereka (musyrikah) diharamkan menikahinya apalagi bagi wanita yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan. Maka pengharaman untuk menikahinya lebih diutamakan.
3. Murtaddah, yang dimaksud dengan murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akherat (seperti yang tertera dalam al-Quran surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Seperti orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan antara seorang muslim dan murtaddah ataupun sebaliknya. Dan apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka pernikahannya tidak sah. Dan jika kemurtadan itu timbul setelah terjadinya perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.
4. Ahli Kitab, jumhur ulama ahlussunnah menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab diperbolehkan/halal hukumnya. Yaitu berlandaskan al-Quran ayat 5 surat al-Maidah. Para ulama juga melihat bahwa ahlli kitab saat ini juga termasuk dalam ayat tersebut. Penting untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan wanita Ahli Kitab didasari oleh dua perkara, yaitu :
1. Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab) beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari pembalasan dan akherat.
2. Bahwa wanita Ahli Kitab yang dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya yang muslim dan tunduk terhadap undang-undang masyarakat Islam. Sehingga lama kelamaan wanita tersebut akan terpengaruh dengan ajaran-ajaran Islam. Dan sangat diharapkan agar wanita tersebut dapat memeluk Islam setelah sekian lama ia hidup di dalam masyarakat muslim.
“Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka kawinkanlah dia. Bila tidak kamu lakukan, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas,” (HR. Attirmidzi dan Ahmad).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar