Sekilas tak akan mampu beranjak dan terjaga. Segala terasa sempit dalam simponi yang mengenalkan secerca pelita. Titik nadhir itu mengantarkan pada sesal dan kecewa berkepanjangan.
Penat, lelah dan segala kekalutan membaur jadi satu. Tugas harus segera terselesaikan hari ini, dan rencana kemarin juga harus segera terkejar hari ini, undangan acara bertumpuk meminta untuk segera dipenuhi. Sms pengingat kajian berduyun datang tak tuntas terbaca sehingga keseringan terlupakan. Binaan banyak yang berguguran karena manajemen penjagaan yang kurang terarah. Charger ruhiyah dalam pekanan para binaan tidak selamanya dirasa sebagai kebutuhan, namun lebih pada rasa “tidak enaknya seorang mutarabbi pada murabbinya”, bahasa jawanya sungkan. Rapat yang diminta berpendapatpun hanya bisa menggenapkan suara dan tidak bisa optimal dijalankan. Padat-penat-sesak. Ke mana ruhiyahnya?
Fenomena rutin yang senantiasa menghantui gudang cerita harian para aktivis. Sehingga detak jam memberikan satu waktu untuk bertanya pada semua kalangan berjiwa ‘aktivis’ itu. Di mana letak kebarakahan harinya? Di mana saat satu kata ‘totalitas’ bisa ditawarkan? Kapan keutuhan nikmat syurga layak untuk dimimpikan jika setiap jasad berkunjung maka ruh akan pergi, dan setiap jasad pulang maka ruh akan segera lari dan beranjak. Tidak pernah bertahan bersama dalam sebangun maupun seruang. Api dan air.
Lagi-lagi tidak pernah disia-siakan pemaknaan umum masyarakat Indonesia tentang label ‘aktivis’ mereka yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Terhitung dari organisasi politik, pemerintah (negeri maupun swasta), perniagaan ataupun segala lini indah kehidupan yang lain, intinya segala yang membutuhkan pengorganisasian.
Apalah arti segudang aktivitas yang tanpa pemaknaan? Hanya menyeret jasad dalam keterpaksaan dan membiarkan ruh berkelana sendiriankah? Berakhir dengan keletihan, dan teromabng-ambing dalam ketidak pastian. Merenung sejenak, karena tidak banyak yang kita dapatkan. Selayaknya, hanya menyandang label ‘aktivis’ saja tidak akan pernah cukup mengantarkan manusia pada pemahaman dan pemaknaan hidup. Dan, saatnyalah kecerdasan itu terasah, menjadilah kawula taat yang bermartabat.
Segalanya hanya untuk illahi Rabbi, mengayun kaki berbekal tawakal ‘alallah. Menerima undangan semata hanya demi perjuangan sujud di jalan cintaNya. Segalanya dimanajemen dengan indah dan tertata manisnya. Butuh penanganan dan prioritas, segalanya menjadi terarah dan tanpa terseret. Mana yang perlu kita jalankan dan mana yang kurang harus segera dipertimbangkan dan mana yang sia segera ditinggalkan.
Berikan waktu untuk mensujudkan pundak ini pada Tuhannya, berhentilah aniaya atas nama aktivis. Semoga Allah menguatkan pundak ini dalam mengharap segala syafa’at.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar