Masalah merapatkan dan meluruskan shaf dalam shalat adalah perkara penting yang harus diperhatikan setiap muslim. Hal ini karena tuntunan sunnah yang satu ini telah banyak ditinggalkan. Padahal setiap kali shalat berjama’ah akan didirikan, imam selalu menghimbau agar shaf-shaf diluruskan dan dirapatkan.
Tetapi sepertinya himbauan imam hanya sekedar jadi himbauan, jauh dari pengamalan. Orang-orang yang shalat tetap berdiri dalam shaf-shaf yang sangat renggang bahkan ada yang merasa aneh ketika ada saudaranya mencoba merapatkan shaf shalat.
Sehingga seorang ulama berkata tentang kondisi shaf saat ini, “Hari ini sunah ini merapatkan dan meluruskan shaf telah ditinggalkan. Ketika sunnah ini coba untuk diamalkan, justru manusia menjauh bagaikan keledai liar.” [ Aunul Ma’bud (2/256)]
Padahal banyak sekali hadits yang menyebutkan tentang hal ini. Baik itu hadits yang berisi keutamaan (fadhilah) dan anjuran untuk merapatkan shaf, ataupun sebaliknya, peringatan dan ancaman apabila melalaikannya. Sehingga sudah seharusnya setiap muslim mengetahui, bahwa perkara merapatkan shaf di dalam shalat berjama’ah bukanlah hal yang bisa disepelekan.
Diantaranya adalah hadits-hadits berikut ini :
1. Hadits Anas bin Malik, ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam : “Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf-shaf termasuk menegakkan shalat (berjama’ah)”. Dan dalam lafadh lain : “…Karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat (berjama’ah).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Hadist An-Nu’man bin Basyir radliyallaahu ‘anhu, Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf-shaf kami (para shahabat) seolah-olah beliau meluruskan ‘qadah’ (yakni kayu yang diasah menjadi anak panah) sehingga beliau yakin bahwa kami telah menyadari kewajiban kami (untuk meluruskan shaf).
Dan suatu hari, ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sudah hendak takbir, tiba-tiba beliau melihat salah seorang diantara kami membusungkan dadanya ke depan melebihi shaf. Maka beliau bersabda : “Hendaknya kalian meluruskan shaf-shaf kalian, kalau tidak Allah akan menjadikan wajah-wajah kalian saling berselisih.” (HR. Muslim )
3. Riwayat dari Nafi’ Maula Ibnu ‘Umar bahwasannya ia menceritakan :”Adalah ’Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ’anhu menugaskan seseorang untuk mengatur shaf-shaf. Tidaklah ’Umar mulai bertakbir hingga ia (orang yang ditugaskan tersebut) kembali dan mengkhabarkan bahwasannya shaf shalat telah lurus.” (HR. Abdurrazaq)
Faidah
Imam ash-Shan’ani berkata dalam Subulus Salam 3/84 setelah membawakan beberapa hadits dalam masalah ini, “Hadits-hadits di atas dan ancaman yang terkandung di dalamnya menunjukkan wajibnya merapikan shaf, tetapi sayang masalah ini banyak diremehkan orang.”
Al Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i ketika menerangkan firman Allah surat Ash Shaf ayat 4, ”Seakan mereka bagaikan bangunan yang tersusun kokoh .” Beliau menukil perkataan Qotadah,”Tidakkah kalian memperhatikan kepada pemilik bangunan betapa ia tidak ingin bangunannya tidak selaras ? Maka demikian pula Alloh senang bila perintahnya selaras. Sesungguhnya Alloh membariskan (membentuk shaf) orang-orang mukmin ketika mereka berperang dan ketika shalat,. Maka kalian wajib berpegang kepada perintah Alloh karena sesungguhnya yang demikian itu adalah ismah (jaminan terjaga dari kesalahan) bagi siapa saja yang mau mengambilnya.” [Riwayat ini dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim, lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 8 hal 81.]
Diantara keistimewaan shaf dalam shalat ia merupakan kekhususan yang Allah anugerahkan kepada umat ini, karena dengan demikian mereka menyerupai shaf para malaikat di langit. Dari Khudzaifah radliyallaahu ‘anhu , Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Kita diistimewakan dari umat lainnya dengan tiga perkara : Shaf kita dijadikan bagaikan shaf malaikat,” (HR. Muslim).
Beberapa tatacara menyusun Shaf dalam shalat berjama’ah
1. Yang di belakang imam adalah yang lebih alim
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Hendaklah yang ada di belakangku (shaf pertama bagian tengah belakang imam) adalah kalangan orang dewasa yang berilmu. Kemudian diikuti oleh mereka yang lebih rendah keilmuannya. Kemudian diikuti lagi oleh kalangan yang lebih rendah keilmuannya.” (HR. Muslim)
Hal tersebut mengandung hikmah bahwa bila sewaktu-waktu imam lupa/salah dalam bacaan Al-Qur’an, makmum dapat mengingatkannya. Atau sewaktu-waktu imam ada udzur syar’i (misal batal, sakit, dan lain-lain) sehingga imam tidak bisa meneruskan shalatnya, maka orang yang di belakangnyalah yang akan maju menggantikan dan meneruskan imam sebelumnya memimpin shalat berjama’ah.
2. Anak-anak di bagian belakang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan bahwa shaf laki-laki di depan shaf anak-anak. Dan shaf anak-anak di belakang shaf laki-laki. Sedangkan shaf wanita di belakang shaf anak-anak. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
3. Imam menghimbau jama’ah agar meluruskan shaf dan menegur bagi yang menyelisihi
Disunnahkan bagi imam setelah iqamah dikumandangkan dan shalat akan ditegakkan agar terlebih dahulu menghimbau para jama’ah agar meluruskan dan merapatkan shaf. [Al Mausu’atul Fiqhiyah al Kuwaitiyah (6/212).]
Sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam hadits-hadits diantaranya oleh Abu Dawwud dan Bukhari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar