Ada yang mengatakan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a itu tidak dicontohkan Rasulullah saw. dan ada pula yang mengatakan sebaliknya, yaitu harus mengusap wajah kalau do’a ingin segera dikabulkan. sebenarnya mana yang benar?
Supaya adil dalam menilai atau menganalisis persoalan, berikut
alasan yang menganjurkan untuk mengusap wajah setelah berdo’a dan alasan
yang menganggap bahwa mengusap wajah itu tidak dicontohkan Rasulullah
saw.
Orang yang menganjurkan agar mengusap wajah setelah berdo’a, merujuk pada keterangan-keterangan berikut ini.
Ibnu Abbas r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, “Mohonlah
kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya
dengan punggung tanganmu, dan apabila kamu telah selesai berdo’a, maka
usapkanlah kedua telapak tangan itu pada wajahmu.” (H.R. Ibnu Majah dan Abu Daud).
Yang dimaksud Mohonkanlah kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya dengan punggung tanganmu adalah
berdo’alah sambil menegadahkan/ mengangkat tangan. Jadi menurut hadits
ini, berdo’a itu harus sambil mengangkat tangan/ menegadahkan tangan.
setelah selesai, usapkanlah telapak tangan itu pada wajah.
Umar bin Khattab r. a. berkata, “Apabila berdo’a Rasulullah saw.
selalu mengangkat kedua tangannya, dan beliau tidak menurunkannya
sebelum mengusap wajahnya.” (H. R. Tirmidzi). keterangan ini menegaskan
bahwa Rasulullah saw. selalu mengangkat tangan saat berdo’a dan apabila
selesai berdo’a beliau selalu mengusap wajahnya.
Inilah dua keterangan yang dijadikan alasan oleh orang yang
menganjurkan untuk mengusap wajah selesai berdo’a. Namun dalil-dalil di
atas dikritik oleh orang yang berpendapat bahwa mengusap wajah setelah
berdo’a tidak dicontohkan Rasulullah saw. Alasannya sebagai berikut,
Keterangan atau dalil pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Daud dinilai dlaif (lemah,
tidak bisa dijadikan dalil), karena dalam sanadnya ada seorang rawi
bernama Muhammad bin Ka’ab yang dinilai lemah oleh Abu Daud sendiri.
Keterangan atau dalil kedua yang diriwayatkan oleh Tirmidzi juga dinilai dlaif
(lemah dan tidak bisa dijadikan dalil), karena dalam sanadnya ada rawi
bernama Hammad bin Isa yang dinilai lemah oleh Abu Daud, Abu Hatim dan
Daruquthni.
Atas dasar inilah, disimpulkan bahwa keterangan-keterangan atau
dalil-dalil yang digunakan orang-orang yang menganjurkan untuk mengusap
wajah setelah berdo’a tidak bisa diamalkan, karena hasil penelitian para
ahli hadis terbukti bahwa keterangan-keterangannya dlaif.
oleh sebab itu, Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Fatawa Ibn Taimiyyah, Vol.
I, hal. 159 menyebutkan, “Adapun mengenai satu atau dua dalil tentang
mengusap wajah setelah berdo’a tidaklah bisa dijadikan alasan karena dlaif.“
Menganalisis alasan-alasan yang disampaikan kedua belah pihak, bisa disimpulkan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a memang ada dalilnya. Namun menurut penelitian para ahli hadits, dalil-dalil tersebut dlaif alias tidak bisa diamalkan. Maka, mengusap wajah setelah berdo’a tidak perlu dikerjakan karena dalil-dalilnya dinilai lemah. wallohu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar