Setelah terungkapnya kasus asusila pelecehan siswa di taman kanak-kanak Jakarta International School (JIS) pada pertengahan April silam, kini laksana jamur di musim hujan kasus-kasus serupa pun mulai bermunculan.
Salah satunya terjadi di Medan, baru-baru ini (www.solopos.com, 24/04/2014) seorang oknum guru mencabuli siswa lelakinya yang baru berusia 7 tahun di kamar kosan pelaku. Ada apa sebetulnya? Apakah kasus pencabulan siswa TK JIS menjadi pemotivasi kasus serupa lainnya?
Padahal sejatinya, masa kanak-kanak adalah masa emas setiap anak untuk merasakan senang dan bahagia. Apa jadinya bila masa keemasan mereka diwarnai dengan peristiwa traumatik yang pasti akan merusak dan berpengaruh buruk pada masa depan mereka.
Runtuhnya Peran Bunda
Arus modernisasi dan gaya hidup saat ini menjadikan tak hanya ayah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ibu, dengan tugas utama sebagai pengawas dan pengatur rumah tangga yang utama, kini mau tak mau turut menyingsingkan lengan bajunya di luar rumah, bekerja untuk membantu penghasilan keluarganya. Anak-anak pun muncul sebagai korban, mereka mulai “dititipkan” kepada para asisten rumah tangga atau sekolah-sekolah usia dini untuk belajar di luar rumah. Maka, secara tak langsung, kini mulai runtuh peran Ibu sebagai pengajar pertama bagi anak-anaknya.
Tak bisa dipungkiri, banyak orang tua yang “termakan” label ‘Sekolah Internasional’ untuk menitipkan anaknya belajar di sana. Mungkin standar internasional dikira dapat membuat anak-anak mereka menjadi berstadar internasional juga. Sayang, faktanya saat ini sekolah internasional pun tak bisa diandalkan untuk mendidik anak sesuai dengan keinginan ayah dan bunda. Apalagi tak semua sekolah internasional (usia dini/pra sekolah/TK) yang mengantongi ijin resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI. Sebut saja TK JIS, lembaga internasional yang sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia ini, ternyata belum megantongi ijin resmi dari Dirjen PAUD (Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini) Kemdikbud RI.
Sekolah-sekolah yang dipilih oleh orang tua sebagai tempat untuk mendidik putra-putri mereka pun harus benr-benar dipilih dengan tepat. Tak peduli sekolah negeri ataupun sekolah internasional harus benar-benar diteliti mutu dan kualitas para pengajarnya. Orang tua berhak untuk memilih, melihat langsung proses belajar mengajar, dan menunggui anak tercinta di sekolah. Karena pendidikan, terutama di usia emas anak, penting untuk dilakukan dan dalam pengawasan orang tua.
Kasus Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual di TK JIS terungkap berkat komunikasi intens Ibu terhadap anaknya. Ini tentunya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk tetap memelihara hubungan dekat antara orang tua dan anak. Tetapi, tak hanya harus ada kedekatan dan komunikasi antara orang tua dan anak. Kasus pelecehan ini harus tetap dicegah dan diberangus oleh pemerintah.
Pemerintah sebagai penguasa berhak mengatur sekolah-sekolah untuk senantiasa sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai sekolah-sekolah tempat anak bangsa ini menimba ilmu sama sekali tak berijin. Pemerintah juga berhak menyeleksi para pendidik. Tentu para orang tua menginginkan anak mereka menjadi pintar dan berakhlaq mulia, maka pendidiknya pun seharusnya pintar dan berakhlaq mulia. Akhlaq yang baik, moral yang terjaga, dan kemampuan akademis yang mumpuni tentu bisa diperoleh dengan pengajaran agama yang baik. Maka setiap sekolah penting untuk mengajarkan pengajaran agama yang benar dan tidak dipisahkan dari pelajaran-pelajaran umum yang lain.
Selain sekolah yang perlu diatur dengan sedemikian rupa, pelaku pelecehan pun harus diusut tuntas. Tak peduli pelaku adalah penjaga sekolah atau guru terbaik sekalipun harus ditindak tegas. Hukum di Indonesia yang diterapkan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 82 tentang Pencabulan Anak di Bawah Umur, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Ternyata hukuman tersebut sama sekali tak membuat pelaku jera, setiap tahunnya justru banyak pelaku lain dengan kasus-kasus serupa bermunculan. Komnas PA (Komisi Nasional Perlindungan Anak) menegaskan bahwa dalam sebulan, kurang lebih ada 100 anak yang mengalami kasus pelecehan seksual. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Komnas PA, dari Januari sampai Juni 2013 mencatat ada 1032 kasus kekerasan anak, 52% atau sekitar 535 kasus berupa kasus pelecehan seksual (tribunnews.com).
Jelas sekali bahwa hukuman bagi pelaku pelecehan sama sekali tak membuat jera. Perlu ada aturan tegas yang menuntaskan kasus ini sampai pada akar masalahnya.
Pandangan Islam
Tak salah, sebagai negara dengan umat muslim terbesar di dunia, Indonesia melihat bagaimana Islam memandang kasus ini.
Dalam pandangan Islam, yang wajib untuk mendidik anak-anak terutama dalam usia emas (usia dini) mereka adalah orang tua, terutama Ibu. Ibu sejatinya adalah tempat pertama para anak belajar pertama kali dalam usia emas mereka. Ibu yang bertanggung jawab penuh mengukir prestasi, pola pikir dan pola sikap anak pertama kali. Orang tua juga penting untuk berkomunikasi dengan anak mereka, mengetahui sekolah mereka, teman-teman dan pergaulan mereka.
Selain peran keluarga, pemerintah dalam pandangan Islam juga penting mengatur sistem sosial dan pendidikan di tengah-tengah kehidupan. Pada hakikatnya, pergaulan antara perempuan dan laki-laki terpisah. Jadi pemerintah berhak mengatur sekolah-sekolah dengan sedemikian rupa agar tidak terjadi kasus pelecehan seksual. Misalnya, memisahkan barisan siswa putra dan siswi putri di kelas, memisahkan toilet putra dan toilet putri, siswa-siswi TK atau SD yang belum paham perlu diantar oleh muhrimnya (orang tua atau guru perempuan untuk siswi dan guru laki-laki untuk siswa) jika akan menggunakan toilet, kewajiban menutup aurat apalagi bagi siswa-siswi yang sudah baligh, dan yang terpenting adalah tidak melepaskan pandangan agama dalam setiap pelajaran yang dijarkan di sekolah.
Pelecehan seksual dengan paksa jelas merupakan tindak asusila yang perlu dikenakan hukuman tegas. Dalam Islam, korban yang dipaksa dilecehkan jelas dinyatakan tak dihukum. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya), ”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Al An’aam: 145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits hasan”). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).
Sedangkan bagi pelakunya jelas akan diberi hukuman yang setimpal jika ada bukti dan kesaksian para saksi atau pengakuan dari pelaku. Sanksi yang diterapkan adalah dijatuhi hukuman melakukan zina, yaitu dicambuk 100 kali jika pelaku bukan muhshan (belum menikah), dan dirajam hingga mati jika pelaku muhshan (sudah menikah). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).
Dengan pandangan Islam dan tindak tegas yang dilakukan keluarga dan pemerintah, bukan tak mungkin kasus pelecehan seksual ini akan surut dan berakhir. Dengan kasih sayang keluarga dan mengembalikan keluarga sebagai benteng moral juga dengan sistem aturan yang tepat sesuai pandangan Syariat Islam, kasus ini pasti dapat diselesaikan sampai ke akarnya.
Padahal, Islam sebagai agama mayoritas penduduk negeri ini, memiliki seperangkat konsep dan aturan yang dapat ditanamkan kepada setiap insan. Allah SWT pun memberikan jaminan keberkahan bila manusia mau mengambil Islam dalam setiap aspek kehidupannya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, maka akan Kami limpahkan berkah dari langit dan bumi,” (TQS Al A’raf: 96).
Maka, apalagi lagi yang kita pikirkan? Jelas hanya Islam dan seperangkat aturannya yang layak untuk diterapkan dan diperjuangkan. Wallahu’alam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar