“Apa jadinya mereka kalau tidak ada aku?”, “Ah, paling nanti juga tidak akan ada banyak yang berubah dan bisa dilakukan!”, “Pasti juga hanya membual dan omong kosong, tak lebih hanya keseringan diam di tempat saja”. Tersadari dalam ucapan secara lisan dan dalam hati, maupun tanpa sadar muncul dalam umpatan kalimat itu muncul ke permukaan.
Merasa diposisi yang cukup berarti dalam satu keadaan, sehingga wacana dalam jiwa merasa bangga akan dapat dengan mudah dikembangbiakkan. Merasa diri paling berarti. Dengan semena mena dalam berkarya, dengan asal-asalan dalam menjalankan amanah dan banyak penyimpangan tindakan yang lainnya, kembali lagi karena merasa diri paling berarti. Terlebih dalam kebersamaan dengan lingkup jama’ah.
Di aspek yang satunya juga tidak jarang untuk kita rasakan, “saya tidak ada apa-apanya di antara mereka”, “mereka bisa bergerak meski tanpa adanya saya”, “saya tidak bisa apa-apa dan saya tidak banyak bisa diharapkan dalam kelompok ini”, “saya pilih berhenti saja”. Kalau yang di paragraf atas menunjukkan dengan garis ke-PD annya atau dramatisnya disebut dengan garis kecongkakannya sedang di sini adalah yang kurang memiliki kepercayaan diri, tidak memiliki motivasi dan rendahnya pengakuan pada diri sendiri, tidak memandang segala kekuatan yang telah dikaruniakan padanya.
Menyadur kalimat yang diucapkan oleh Marie Chauvel dalam novel The Da Vinci Code tulisan Dan Brown “Selalu ada yang menunggu untuk menggantikan dan membangun kembali” inilah titik temu dan kata-kata simpel yang bisa mencambuk kesewenangan kita. Setidaknya mengajarkan kita akan arti kesadaran. Dalam aspek keberjamaahan dalam dakwah di sini juga bisa ditegaskan, selaku pengemban amanah kita hanyalah orang yang melaksanakan tugas. Di mana mengemban memiliki arti sebagai seorang pelayan, yang melayani tanpa harus meninggikan diri. Menghambakan segenap kepemilikan hanya pada-Nya. Karena setiap ada keengganan atas amanah yang dititipkan hakikatnya amanah itu tidak akan terlantar, pasti akan ada hamba pilihanNya yang lain menjalankannya, menuntaskan dan memparipurnakan. Karena kita hanya pengemban amanah perjuangan dalam dakwah ini, dan sangat mudah bagi Allah selaku majikan kita untuk mencari pengganti pelayanannya. Dan memang selalu ada yang menunggu untuk menggantikan dan membangun kembali. Kesadaran tinggi dituntut dalam ranah ini. Jadilah yang terbaik!
Ikhwah, bukan berarti Allah merendahkan kira dengan martabat sebagai pelayan, namun Dia berkehendak ketawadhuan muncul di setiap hambaNya, Dia juga berkehendak setiap dari hamba yang diciptakanNya memiliki perjuangan keras dalam perlombaan kebikan sehingga bisa menggenggam satu predikat yang sudah diberikan sebagai hamba terbaikNya. Mencobalah untuk menjadi pelayan di setiap keadaan, dalam ranah peribadatan, dalam ranah kehidupan sosial bernegara, berorganisasi maupun dalam pertemanan dan segala kesempatan dan keadaan yang ada. Jangan rendah diri namun janganlah bertinggi hati.
Lalu sampai kapankah kita akan berhenti menganiaya saudara dengan amanah yang sengaja kita tinggalkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar